Selasa, 02 Mei 2017

ANALISIS NILAI MORAL CERPEN “SAHABAT TANPA BAYANGAN” KARYA MUHAMMAD MUNAWWAR MELALUI PENDEKATAN PRAGMATIK


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang menyangkut masalah social dalam masyarakat. Persoalan social tersebut merupakan tanggapan atau respon sastrawan terhadap fenomena social beserta kompleksitas pernasalahan yang ada disekitarnya. Melalui karya sastra, persoalan tersebut menjadi potret indah dalam menggambarkan masyarakat dalam menganalisis kehidupan.
Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya.Ia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggotakelompok lain. Karena sangat kompleksnya, manusia juga sering mengalami konflik dalam dirinya atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi sosial di lingkungannya. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalanpersoalan hidup. Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri.Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak dan jiwa itu sendiri (Walgito, 1997:7).
Kejadian atau peristiwa yang terdapat dalam karya sastra dihidupkan oleh tokoh-tokoh sebagai pemegang peran atau pelaku alur.Melalui perilaku tokohtokoh yang ditampilkan inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan manusia dengan problem-problem atau konflik-konflik yang dihadapinya, baik konflik dengan orang lain, konflik dengan lingkungan, maupun konflik dengan dirinya sendiri.
Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia, walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi. Dengan kenyataan tersebut, karya sastra selalu terlibat dalam segala aspek hidup dan kehidupan, tidak terkecuali ilmu jiwa atau psikologi.Hal ini tidak terlepas dari pandangan dualisme yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri atasjiwa dan raga. Maka penelitian yang meggunakan pendekatan psikologi terhadap karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan penafsiran karya sastra dari sisi psikologi. Alasan ini didorong karena tokoh-tokoh dalam karya sastra dimanusiakan, mereka semua diberi jiwa, mempunyai raga bahkan untuk manusia yang disebut pengarang mungkin memiliki penjiwaan yang lebih bila dibandingkan dengan manusia lainnya terutama dalam hal penghayatan megenaihidup dan kehidupan (Hardjana, 1985:60).
Sebuah karya sastra khususnya cerpen, diciptakan oleh pengarang untuk memberikan hiburan untuk para pembacanya. Selain memberikan hiburan, melalui cerpen kita dapat menilai positif negatifnya kisah dalam cerpen melalui jalan cerita yang disajikan oleh penulis. Cerpen karya Muhammad Munawwar berjudul sahabat tanpa bayangan  ini merupakan cerpen yang sangat menarik perhatian saya untuk menganalisis cerpen tersebut, karena dalam cerpen ini mengandung nilai-nilai kehidupan. Selain itu, cerpen tersebut menyajikan nilai-nilai moral yang pantas dijadikan pelajaran untuk pembaca. Nilai moral dalam cerpen sahabat tanpa bayangan ini terdapat nilai moral yang buruk. “Moral baik merupakan segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik, sedangkan moral buruk merupakan tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai buruk.”

B.     Kelebihan dan Kekurangan Cerpen  Sahabat Tanpa Bayangan
Ø  Kelebihan cerpen sahabat tanpa bayangan
·         Menceritakan kisah seorang tokoh yang dapat menggugah semangat pembaca dalam menghadapi cobaan hidup
·         Cerpen  ini isinya sangat bagus, dapat memberi motivasi pada pembaca untuk tidak putus asa dalam menghadapi cobaan hidup dalam bersosialisasi
·         Dalam membaca cerpen  ini, pembaca seakan-akan terbawa suasana
·         Juga pembaca dalam membaca cerpen ini bisa membayangkan seperti kisah nyata


Ø  Kekurangan cerpen sahabat tanpa bayangan
·         Kata-kata yang digunakan dalam penulisan cerpen ini sangat sederhana
·         Bahasa yang digunakan pun juga sangat sederrhana
·         Kisahnya terlalu singkat, tidak jelas lanjutan kisahnya dari babak ke babak selanjutnya
·         Karena sangat singkat-singkat menjadikan ketidak puasan pembaca ketika mengakhiri membaca
C.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penerapan pendekatan pragmatik dalam cerpen “sahabat tanpa bayangan karya Muhammad Munawwar”?
2.      Bagaimanakah nilai moralyang terkandung  pada cerpen “sahabat tanpa bayangan” Karya Muhammad Munawwar  melalui pendekatan moral?

                          
















BAB II
LANDASAN TEORI
  1. Kritik Sastra
1.      Pengertian Kritik Sastra
Istilah "kritik" (sastra) berasal dari Bahasa Yunani yaitu "krites" yang berarti "hakim". "Krites" sendiri berasal dari "krinein" yang berarti "menghakimi"; "kriterion" yang berarti "dasar penghakiman" dan "kritikos" berarti "hakim kesusastraan". Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni.
Menurut Graham Hough (1966: 3), kritik sastra tidak hanya terbatas pada penyuntingan, penetapan teks, interpretasi, serta pertimbangan nilai. Menurutnya, kritik sastra meliputi masalah yang lebih luas tentang apakah kesusastraan itu sendiri, apa tujuannya, dan bagaimana hubungannya dengan masalah-masalah kemanusiaan yang lain.
Abrams dalam "Pengkajian Sastra" (2005: 57) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren, studi sastra (ilmu sastra) mencakup tiga bidang, yakni: teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Ketiganya memiliki hubungan yang erat dan saling mengait. Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra.
2.      Fungsi Kritik Sastra
Menurut Pradopo, fungsi utama kritik sastra dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
    1. Untuk perkembangan ilmu sastra sendiri. Kritik sastra dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Hal ini tersirat dalam ungkapan Rene wellek, "Karya sastra tidak dapat dianalisis, digolong-golongkan, dan dinilai tanpa dukungan prinsip-prinsip kritik sastra."
    2. Untuk perkembangan kesusastraan. Maksudnya, kritik sastra membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra, mengenai baik buruknya, dan menunjukkan daerah-daerah jangkauan persoalan karya sastra.
    3. Sebagai penerangan masyarakat, umumnya yang menginginkan penjelasan tentang karya sastra, kritik sastra menguraikan (menganalisis, menginterpretasi, dan menilai) karya sastra agar masyarakat umum dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra (Pradopo, 2009: 93).
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi kritik sastra dapat digolongkan menjadi dua:
    1. Fungsi kritik sastra untuk pembaca:
      1. Membantu memahami karya sastra.
      2. Menunjukkan keindahan yang terdapat dalam karya sastra.
      3. Menunjukkan parameter atau ukuran dalam menilai suatu karya sastra.
      4. Menunjukkan nilai-nilai yang dapat dipetik dari sebuah karya sastra.
    2. Fungsi kritik sastra untuk penulis:
      1. Mengetahui kekurangan atau kelemahan karyanya.
      2. Mengetahui kelebihan karyanya.
      3. Mengetahui masalah-masalah yang mungkin dijadikan tema tulisannya.
3.      Manfaat Kritik Sastra
Manfaat dari kritik sastra dapat diuraikan menjadi 3, yaitu:
Ø  Manfaat kritik sastra bagi penulis:
a.       Memperluas wawasan penulis, baik yang berkaitan dengan bahasa, objek atau tema-tema tulisan, maupun teknik bersastra.
b.      Menumbuhsuburkan motivasi untuk menulis.
c.       Meningkatkan kualitas tulisan.
Ø  Manfaat kritik sastra bagi pembaca:
·         Menjembatani kesenjangan antara pembaca dan karya sastra.
·         Menumbuhkan kecintaan pembaca terhadap karya sastra
·         Meningkatkan kemampuan dalam mengapresiasi karya sastra.
·         Membuka mata hati dan pikiran pembaca akan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra.
Ø  Manfaat kritik sastra bagi perkembangan sastra:
1.Mendorong laju perkembangan sastra, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
2. Memperluas cakrawala atau permasalahan yang ada dalam karya sastra.
4.      Jenis-Jenis Pendekatan Kritik Sastra
Abrams (1981: 36-37) membagi pendekatan terhadap suatu karya sastra ke dalam empat tipe yakni kritik mimetik, kritik pragmatik, kritik ekspresif, dan kritik objektif.
v  Kritik Mimetik
Menurut Abrams, kritik jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Karya sastra dianggap sebagai cerminan atau penggambaran dunia nyata, sehingga ukuran yang digunakan adalah sejauh mana karya sastra itu mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita yang ada, semakin baguslah karya sastra itu. Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato, yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan. Di Indonesia, kritik jenis ini banyak digunakan pada Angkatan 45.
v  Kritik Pragmatik
Kritik jenis ini memandang karya sastra sebagai alat untuk mencapai tujuan (mendapatkan sesuatu yang diharapkan). Tujuan karya sastra pada umumnya bersifat edukatif, estetis, atau politis. Dengan kata lain, kritik ini cenderung zx menilai karya sastra atas keberhasilannya mencapai tujuan.
Ada yang berpendapat bahwa kritik jenis ini lebih bergantung pada pembacanya (reseptif). Kritik jenis ini berkembang pada Angkatan Balai Pustaka. Sutan Takdir Alisjahbana pernah menulis kritik jenis ini yang dibukukan dengan judul "Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan".
v  Kritik Ekspresif
Kritik ekspresif menitikberatkan pada diri penulis karya sastra itu. Kritik ekspresif meyakini bahwa sastrawan (penulis) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya sastra. Dengan menggunakan kritik jenis ini, kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan, kesejatian, kecocokan penglihatan mata batin penulis atau keadaan pikirannya.
Pendekatan ini sering mencari fakta tentang watak khusus dan pengalaman-pengalaman sastrawan yang, secara sadar atau tidak, telah membuka dirinya dalam karyanya. Umumnya, sastrawan romantik zaman Balai Pustaka atau Pujangga Baru menggunakan orientasi ekspresif ini dalam teori-teori kritikannya. Di Indonesia, contoh kritik sastra jenis ini antara lain:
      1. "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" karya Arif Budiman.
      2. "Di Balik Sejumlah Nama" karya Linus Suryadi.
      3. "Sosok Pribadi dalam Sajak" karya Subagio Sastro Wardoyo.
      4. "WS Rendra dan Imajinasinya" karya Anton J. Lake.
      5. "Cerita Pendek Indonesia: Sebuah Pembicaraan" karya Korrie Layun Rampan.
v  Kritik Objektif
Kritik jenis ini memandang karya sastra sebagai sesuatu yang mandiri, bebas terhadap lingkungan sekitarnya; dari penyair, pembaca, dan dunia sekitarnya. Karya sastra merupakan sebuah keseluruhan yang mencakupi dirinya, tersusun dari bagian-bagian yang saling berjalinan erat secara batiniah dan menghendaki pertimbangan dan analitis dengan kriteria-kriteria intrinsik berdasarkan keberadaan (kompleksitas, koherensi, keseimbangan, integritas, dan saling berhubungan antar unsur-unsur pembentuknya).
Jadi, unsur intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb.; tetapi juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb..
Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu sendiri. Kritik jenis ini mulai berkembang sejak tahun 20-an dan melahirkan teori-teori:
ü  New Critics di AS
ü  Formalisme di Eropa
ü  Strukturalisme di Perancis
Di Indonesia, kritik jenis ini dikembangkan oleh kelompok kritikus aliran Rawamangun:
·         "Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia" karya Boen S. Oemaryati.
·         "Novel Baru Iwan Simatupang" karya Dami N. Toda.
·         "Pengarang-Pengarang Wanita Indonesia" karya Th. Rahayu Prihatmi.
·         "Perkembangan Novel-Novel di Indonesia" karya Umar Yunus.
·         "Perkembangan Puisi Indonesia dan Melayu Modern" karya Umar Yunus.
·         "Tergantung pada Kata" karya A. Teeuw

B.     Pengertian Cerpen
Cerpen adalah karangan pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen dipisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan (Kosasih dkk, 2004:431)
Nugroho Notosusanto (dalam Tarigan, 1993:176) mengatakan bahwa cerpen adalah ceritayang panjangnya di sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri. Untuk menentukan panjang cerpen memang sulit untuk ukuran yang umum,  cerpen selesai dibaca dalam waktu 10 sampai 20 menit. Jika cerpennya lebih panjang mungkin sampai 1½ atau 2 jam. Yang jelas tidak ada cerpen yang panjang 100 halaman (Surana, 1987:58).


v  Ciri-ciri Cerpen (Nugroho Notosusanto (dalam Tarigan, 1993:176))
  1. Alur lebih sederhana, 
  2. Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang, 
  3. Latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas, 
  4. Tema dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan relatif sederhana.
v  Fungsi Sastra dalam Cerpen (Nugroho Notosusanto (dalam Tarigan, 1993:176))
1. Fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat atau pembacanya.
2. Fungsi didaktif, yaitu mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
3. Fungsi estetis, yaitu memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
4. Fungsi moralitas, yaitu fungsi yang mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinaya.
5.      Fungsi relegiusitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.

C.    Pengertian Pendekatan Pragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang
Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatic adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
2.      Relix Vedika ( Polandia ), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak ( benda mati ) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
3.      Dawse dan User 1960, pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan unsure pelipur lara dan unsure dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap genersai, setiap kurun tertentu di haruskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.
D.    Pendekatan Moral
Ukuran moral dalam memandang karya sastra sebagai bagian dari aktivitas kemanusiaan dan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan manusia, serta menjelaskan dengan referensi yang bertolak pada keseluruhan kode moral atau nilai-nilai tertentu yang mengandung unsur baik dan buruk.
Luxemburg,dkk (1989:47-48) dalam bukunya Tentang Sastra (Jakarta: ILDEP dan Intermansa) menyatakan bahwa suatu karya sastra dapat di nilai menutut tolak ukur morall, yaitu sejauh mana karya itu mengemukakan sikap moral (yang di anggap benar).
Sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang di pikirka  da di rasaka oleh sastrawan tentang kehidupan manusia.Karya sastra amat penting bagi kehidupan rohani manusa. Oleh karena sastra adalah karya seni yag bertulangpunggung pada cerita, maka mau tidak mau karya sastra dapat membawa pesan atau imbauan kepada pembaca.
            Pesan ini dinamakan moral atau amanat. Dengan demikian, sastra di anggap sarana pendidikan moral . Moral sendiri diartikan sebagai suatu norma. Suatu konsep tentang kehidupan yang di junjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat tertentu. Pengalaman mental yang disampaikan pengarang belum tentu sejalan dengan kepentingan moral.
            Berdasarkan para ahli maka dapat disimpulkan bahwa aspek moral adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusiadi lihat dari segi baik buruknya berdasarkan pandangan hidup masyarakat. Nilai-nilai moralis yang tercantum dalam karya sastra dapat berbentuk tingkah laku yang sesuai dengan kesusilaan,budi pekerti, dan juga akhlak.
E.     Penokohan Karya Sastra
Penokohan sebuah fiksi tidak bisa dilepaskan dari tokoh. Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiantoro, 2010:165). Penokohan menurut Jones, (dalam Nurgiantoro,2010) adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh-tokoh dalam fiksi meskipun merupakan rekaan atau imajinasi pengarang, tokoh-tokoh fiksi tetap membangun satu-kesatuan dengan unsur-unsur fiksi lainnya (tema, alur, setting). Tokoh-tokoh diciptakan oleh pengarang sehingga mampu menggambarkan karakternya masing-masing. Tokoh protagonis maupun antagonis yang diciptakan pengarang disesuaikan dengan tuntutan cerita sehingga karya fiksinya menjadi kuat. Karakter menurut Abrams, (1981:20), apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan.
Karakter menurut  Ali, (dalam Korrie Layun Rampan, 2009:5) adalah pelukisan manusia yang menjadi pelaku, manusia yang menjadi objek penulis. Setiap manusia memunyai keistimewaan dan kelemahan tersendiri memunyai berbagai rasa ketika menghadapi atau berada dalam situasi tertentu.
Ini berarti seorang penulis cerpen hendaknya rajin memperhatikan perilaku atau kebiasaan seseorang. Kebiasaan itu bisa berupa cara berkata, cara menghadapi permasalahan- permasalahan. Keceriannya, kesedihannya akan lebih baik lagi jika membaca buku-buku psikologi sehingga lebih memperkuat dalam menggambarkan watak tokoh. Penulis cerpen bisa mengamati karakter orang-orang terdekat atau teman-teman terdekat, misalnya, seseorang yang suka tertawa pingkal-pingkal sampai meneteskan air mata. Orang yang pendiam, tetapi sekali waktu mampu membuat orang lain tertawa. Atau orang yang selalu serius setiap menghadapi masalah.
Sumardjo memberikan cara agar bisa menggambarkan watak tokoh bisa dilakukan dengan perbuatannya, ucapannya, fisiknya, pikiran-pikiran tokoh, dan bisa melalui penerangan langsung. Penggambaran watak akan semakin hidup apabila penulis cerpen benar-benar menghayati karakter-karakter yang digambarkannya. Menurut Fananie (2002:87), karakter tokoh yang dipakai pengarang bermacam-macam. Misalnya melalui tampilan fisik, dan bisa digambarkan secara tidak langsung. Pengarang mengembangkan tokoh-tokohnya tidak bisa lepas dari kebiasaan kreativitasnya. Fiksi mengandung dan menawarkan model kehidupan seperti disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan (Nurgiantoro, 2010:166).

                



BAB III
PEMBAHASAN
1.      Sinopsis cerpen Sahabat Tanpa Bayangan Karya Muhammad Munawwar
SAHABAT TANPA BAYANGAN
Setiap manusia pasti mengalami rasa sakit dan perihnya ditinggal bahkan diacuhkan. Apalagi yang melakukannya adalah orang terdekat, terlebih yang seharusnya ada untuk menjaga dan mendampingi kita. Sakit memang, saat mereka yang seharusnya membela kita, justru menghancurkan kita, menindas, menjelekkan dan menjatuhkan kita. Kecewa memang saat mereka yang seharusnya menjaga rahasia kita justru membuka aib yang ada bahkan semakin diperparah dengan hal yang tidak-tidak. Aku mengalaminya dan semua itu sangat sakit.
Bagaimana bisa orang yang seharusnya ada disamping kita selalu sibuk dengan urusan di luar rumah. Aku tahu mereka punya hal yang harus dikerjakan di sana. Tapi, tidaklah mereka rindu denganku, rindu suasana bersama yang dulu.
Aku terpuruk sendiri. Ketika aku membutuhkan mereka tak pernah ada. Mereka tak pernah mendengar keluh kesahku, masalahku. Mereka tak pernah menanyakan kabar hebat yang aku dapatkan. Kadang aku rindu pelukan mereka, rindu belaian tangan mereka. Aku terasing sendiri. Bila mereka bisa memberikannya pada dia, mengapa tidak untukku? Aku iri, sekali lagi aku iri. Setiap kali aku harus kuhapus air mata ini sendiri. Setiap kali harus tertatih terbangun sendiri, setiap kali aku menangis mendekap udara hampa karena menghadapi ketakutan seorang diri. Semua aku lakukan sendiri. Mereka menuntutku menjadi makhluk yang sempurna sesuai kemauan mereka. Tapi mereka tak pernah mengajarkan bagaimana caranya. Mereka hanya menuntut terus-menerus. Sedang aku tak mampu walau aku berusaha. Dan mereka terus meyalahkanku ketika aku tersandung tanpa pernah membenarkaknku. Mana ku tau?
Aku bahagia hidup sendiri. Teman yang ada selalu hadir silih berganti. Aku bagai tak punya sahabat dalam hidupku. Yah semua orang punya masalah masing-masing. Aku hanya berteman dengan jiwaku sendiri. Aku nyaman dengan cara ini. Karena jiwaku tak pernah mengecewakan aku seperti yang telah mereka lakukan. Hingga aku menemukan satu titik jenuh. Aku berlari kesana kemari. Aku berlari dan terus berlari tanpa henti. Berlari jauh ketempat asing bagiku, tempat yang belum pernah kujamah sebelumnya. Hingga aku bertemu segerombolan anak-anak yang aku yakin bernasib sama sepertiku. Aku tahu, mereka senasib denganku.
Kuberanikan masuk, mereka langsung menyambut hangat dengan senyum kuat mereka. Tanpa menanyakan siapa aku, mereka merangkulku. Seorang anak yang aku yakin dia adalah pemimpin kelompok ini mempersilahkanku untuk bercerita, menumpahkan seluruh beban dan curahan dadaku. Tanpa piker panjang dan memikirkan hal lain. Aku mulai melupakan semua yang ingin kukatakan, semua yang selama ini tertahan di dadaku. Aku menangis tapi mereka tersenyum dengan tatapan hangat mereka. Mereka semua merangkulku lagi “ kita semua saudara, karena kita bernasib sama. Kita pernah terjatuh dan sakit. Namun kita bangkit bersama. Tenang saja, kami akan mengajarimu bangkit, kami tidak meminta imbalan apa-apa atas ini semua. Tapi, satu permintaan kami. Saat kau sembuh dan kuat untuk melangkah setelah bangkit, tolong bantu saudara kita yang lain yang bernasib sama seperti kita. Bahwa dia kemari kita akan menyembuhkan mereka bersama-sama” kata pemimpin kelompok. Aku mengerti apa yang dia katakan. Dari sinilah kutemukan keluarga baru.
                              






2.      Pendekatan Pragmatik dalam cerpen sahabat tanpa bayangan
            Cerpen yang berjudul sahabat tanpa bayangan karya Muhammad Munawwar dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan lain. Dalam praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembaca (Pradopo, 1994) via Wiyatmi.

Cerpen sahabat tanpa bayangan menceritakan tentang tokoh “aku” yang menceritakan tentang kisahnya yakni permasalahan dengan sahabatnya yang meninggalkannya.
Setiap manusia pasti mengalami rasa sakit dan perihnya ditinggal bahkan diacuhkan. Apalagi yang melakukannya adalah orang terdekat, terlebih yang seharusnya ada untuk menjaga dan mendampingi kita.
Tokoh “aku” merasakan keterpurukan pada dirinya karena sahabat-sahabatnya tidak pernah peduli dengannya.
Aku terpuruk sendiri. Ketika aku membutuhkan mereka tak pernah ada. Mereka tak pernah mendengar keluh kesahku, masalahku. Mereka tak pernah menanyakan kabar hebat yang aku dapatkan. Kadang aku rindu pelukan mereka, rindu belaian tangan mereka. Aku terasing sendiri. Bila mereka bisa memberikannya pada dia, mengapa tidak untukku? Aku iri, sekali lagi aku iri. Setiap kali aku harus kuhapus air mata ini sendiri. Setiap kali harus tertatih terbangun sendiri, setiap kali aku menangis mendekap udara hampa karena menghadapi ketakutan seorang diri. Semua aku lakukan sendiri. Mereka menuntutku menjadi makhluk yang sempurna sesuai kemauan mereka. Tapi mereka tak pernah mengajarkan bagaimana caranya. Mereka hanya menuntut terus-menerus. Sedang aku tak mampu walau aku berusaha. Dan mereka terus meyalahkanku ketika aku tersandung tanpa pernah membenarkaknku. Mana ku tau?
Tokoh  “aku” merasa tak punya sahabat dalam hidupnya, karena meski silih berganti teman yang menghampirinya tetapi tak ada yang sesuai dengan keinginannya.
Aku bahagia hidup sendiri. Teman yang ada selalu hadir silih berganti. Aku bagai tak punya sahabat dalam hidupku.
Tokoh “aku” memilih untuk menyendiri tanpa seorang teman, karena menurutnya menyendiri lebih nyaman baginya.
Yah semua orang punya masalah masing-masing. Aku hanya berteman dengan jiwaku sendiri. Aku nyaman dengan cara ini. Karena jiwaku tak pernah mengecewakan aku seperti yang telah mereka lakukan.
Apapun yang dilakukan manusia pasti ada titik kejenuhan, seperti halnya yang dialami tokoh “aku” yang memilih hidup sendiri tanpa seorang teman yang akhirnya mengalami kejenuhan, yang akhirnya ia berlari tuk mencari tempat tuk mengobati kejenuhannya itu.
Hingga aku menemukan satu titik jenuh. Aku berlari kesana kemari. Aku berlari dan terus berlari tanpa henti. Berlari jauh ketempat asing bagiku, tempat yang belum pernah kujamah sebelumnya. Hingga aku bertemu segerombolan anak-anak yang aku yakin bernasib sama sepertiku. Aku tahu, mereka senasib denganku.
Manusia hidup tidaklah hanya dihadapkan dengan permasalahan saja. Tokoh “aku” pada akhirnya menemukan teman atau sahabat yang sesuai dengan keinginannya.
Kuberanikan masuk, mereka langsung menyambut hangat dengan senyum kuat mereka. Tanpa menanyakan siapa aku, mereka merangkulku. Seorang anak yang aku yakin dia adalah pemimpin kelompok ini mempersilahkanku untuk bercerita, menumpahkan seluruh beban dan curahan dadaku. Tanpa piker panjang dan memikirkan hal lain. Aku mulai melupakan semua yang ingin kukatakan, semua yang selama ini tertahan di dadaku. Aku menangis tapi mereka tersenyum dengan tatapan hangat mereka. Mereka semua merangkulku lagi “ kita semua saudara, karena kita bernasib sama. Kita pernah terjatuh dan sakit. Namun kita bangkit bersama. Tenang saja, kami akan mengajarimu bangkit, kami tidak meminta imbalan apa-apa atas ini semua. Tapi, satu permintaan kami. Saat kau sembuh dan kuat untuk melangkah setelah bangkit, tolong bantu saudara kita yang lain yang bernasib sama seperti kita. Bahwa dia kemari kita akan menyembuhkan mereka bersama-sama” kata pemimpin kelompok. Aku mengerti apa yang dia katakan. Dari sinilah kutemukan keluarga baru.
3.      Nilai moral yag terdapat pada cerpen sahabat tanpa bayangan
Ukuran moral dalam memandang karya sastra sebagai bagian dari aktivitas kemanusiaan dan nilai-nilai tertentu dalam kehidupan manusia, serta menjelaskan dengan referensi yang bertolak pada keseluruhan kode moral atau nilai-nilai tertentu yang mengandung unsur baik dan buruk.
Begitu juga pada cerpen sahabat tanpa bayangan yang banyak menguraikan moral baik dan buruk di dalamnya.
Moral buruk yang dilakukan oleh sahabat dan teman-teman tokoh “aku”, dimana moral buruk itu tidaklah seharusnya dilakukan oleh seorang teman atau sahabat kepada tokoh “aku”
Sakit memang, saat mereka yang seharusnya membela kita, justru menghancurkan kita, menindas, menjelekkan dan menjatuhkan kita. Kecewa memang saat mereka yang seharusnya menjaga rahasia kita justru membuka aib yang ada bahkan semakin diperparah dengan hal yang tidak-tidak. Aku mengalaminya dan semua itu sangat sakit.”
Moral buruk para sahabat tokoh “aku” yang selalu menuntut lebih pada tokkoh “aku”
Mereka menuntutku menjadi makhluk yang sempurna sesuai kemauan mereka. Tapi mereka tak pernah mengajarkan bagaimana caranya. Mereka hanya menuntut terus-menerus. Sedang aku tak mampu walau aku berusaha. Dan mereka terus meyalahkanku ketika aku tersandung tanpa pernah membenarkaknku. Mana ku tau?
Moral baik dari sekelompok teman baru tokoh “aku”, menyambut tokoh “aku” yang belum pernah dikenal dengan senyuman dan juga pelukan.
Kuberanikan masuk, mereka langsung menyambut hangat dengan senyum kuat mereka. Tanpa menanyakan siapa aku, mereka merangkulku
Moral baik pemimpin kelompok yang mempersilahkan tokoh “aku” untuk mengungkapkan masalahnya.
Seorang anak yang aku yakin dia adalah pemimpin kelompok ini mempersilahkanku untuk bercerita, menumpahkan seluruh beban dan curahan dadaku.
Moral baik kelompok kepada tokoh “aku”, mereka menampakkan kepeduliannya kepada tokoh “aku” dengan memeluknya
Mereka semua merangkulku lagi “ kita semua saudara, karena kita bernasib sama
Moral baik dari kelompok itu kepada tokoh “aku” yakni dengan memberi semangat dan memberi jalan keluar dari permasalahannya, tanpa meminta imbalan apapun.
Tenang saja, kami akan mengajarimu bangkit, kami tidak meminta imbalan apa-apa atas ini semua.
Moral baik ketua  kelompok meminta pada tokoh “aku” untuk membantu orang yang mempunyai permasalahan sama seperti tokoh “aku”
Tapi, satu permintaan kami. Saat kau sembuh dan kuat untuk melangkah setelah bangkit, tolong bantu saudara kita yang lain yang bernasib sama seperti kita.
Moral baik  berisi tentang ketua kelompok menyampaikan bahwa mereka menyediakan tempat itu untuk menyembuhkan siapa saja yang bernasib seperti mereka dan bersama-sama untuk menyembuhkan
Bawa dia kemari kita akan menyembuhkan mereka bersama-sama” kata pemimpin kelompok. Aku mengerti apa yang dia katakan. Dari sinilah kutemukan keluarga baru.












BAB IV
PENUTUP
1.      Cerpen yang berjudul sahabat tanpa bayangan dianalisis dengan menggunakan pendekatan pragmatik memberi gambaran tentang kehidupan tokoh “aku” yang mempunyai sahabat-sahabat yang bermoral buruk, hingga akhirnya ia ditinggal sahabatnya karena tidak bisa menyesuaikan dengan apa yang diiinginkan sahabat-sahabatnya, tokoh “aku” berlari mencari ketenangan yang berakhir menemukan kelompok yang mempunyai moral baik.
2.      Nilai moral yang terkandung dalam cerpen sahabat tanpa bayangan yakni terdapat nilai buruk yang dilakukan para sahabat tokoh “aku” yang selalu menututnya menjadi manusia yang sempurna tanpa pernah mengajari atau menuntunnya tapi membiarkan tokoh aku terpuruk, hinga terjatuh tak pernah terhiraukan. Moral baik tergambar pada sikap teman baru tokoh aku yang memberikan motivasi untuk bangkit lagi kepada tokoh “aku”
3.      Analisis pragmatic novel sahabat tanpa bayangan, dapat dikorelasikan dengan topic power point bomor 13, yakni ukuran moral. Karena di dalam novel sahabat tanpa bayangan  terdapat banyak nilai kehidupan, menyajikan masalah-masalah norma moral, dan membahas pengalaman hidup.
4.      Analisis pragmatic cerpen sahabat tanpa bayangan , juga dapat dikorelasikan sesuai dengan topic power point nomor 17, yakni memiliki nilai estetika. Karena dalam sahabat tanpa bayangan dapat menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca.
                                                                                              






DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Badudu, J.S. 1979. Sari Kesusasteraan Indonesia Jilid 2. Bandung: Pustaka Prima.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Luxemburg,dkk. 1989.Tentang Sastra.Jakarta: ILDEP dan Intermansa