PEMEROLEHAN
BAHASA ANAK TUNARGRAHITA
DI
SDLB DARUL ULUM JOGOROTO JOMBANG
Disusun unutk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Psikolinguistik
Dosen pengampu:
Dra. Heni Sulistiyowati, M.Hum
Disusun oleh:
Kelompok 4
1.
|
Efi Lisnawati
|
126735
|
2.
|
Adilla Faiqotul Himma
|
126768
|
3.
|
Siti Nurhalima
|
126770
|
4.
|
Fauziyatul Mahbuba
|
126742
|
5.
|
Khurrotul Insyiah
|
126674
|
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Persatuan Guru Republik Indonesia
Jombang
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur atas segala berkat serta
karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan mini-research ini.
Tugas ini mengulas tentang mata kuliah Psikolinguistik yang di dalamnya
terdapat hasil mini-research yang
kami lakukan di SDLB Darul Ulum Jogoroto Jombang.
Mini-research ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Psikolinguistik.
Kami menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, mini-researchini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Heni Sulistiyowati, M.Hum, selaku
dosen pengampu mata kuliah Psikolinguistik.
2. Teman-teman Prodi Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indoensia angkatan 2012 kelas B khususnya teman satu kelompok dalam
membantu pengumpulan bahan tugas.
3. Kedua orangtua kami atas dukungan dan
doa yang telah diberikan dan semangat serta motivasi dari mereka sehingga kami
dapat menyelesaikan mini-research
ini.
4. Pihak sekolah SDLB Darul Ulum
Jogoroto Jombang.
5. Kepada semua pihak yang telah
membantu kami yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan mini-research ini terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
berbagai pihak yang berhubungan dengan penulisan mini-research ini, sehingga dengan adanya saran dan kritik tersebut
dapat dijadikan bahan perbaikan lebih lanjut.
Akhir kata,kami berharap semoga mini-research ini dapat berguna bagi
para kita semua khususnya pembaca yang budiman. Amin.
Jombang,
15 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahasa
merupakan sarana untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Baik
interaksi antar individu, individu dengan kelompok, maupun interaksi antara
kelompok dengan kelompok. Semua orang membutuhkan bahasa untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain. Proses interaksi tersebut dapat terjadi
apabila satu sama lain saling mengerti dan saling memahami makna serta maksud
dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, diperlukan alat komunikasi yang
disebut bahasa.
Bahasa sangat
penting untuk dikuasai oleh setiap orang. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan pikiran dan
perasaannya kepada orang lain serta dapat menangkap dan memahami simbol- simbol
dari orang lain.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses
yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh
bahasa pertamanya atau bahasa ibunya yang berarti pemerolehan bahasa berkenaan
dengan bahasa pertamanya. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya,
tentu dapat berbahasa dengan baik. Begitu pula
anak tunagrahita, mereka juga membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi atau untuk
menyuarakan isi hatinya kepada orang lain. Namun, kapasitas kecerdasan anak
tunagrahita yang berada di bawah rata-rata membuat mereka kesulitan untuk
memperoleh bahasa dan mereka sering kali mengalami gangguan dalam berbahasa.
Menurut Tirman
Pratasadia, 1982 (dalam Tarmansyah, 1995: 2) dalam http://r-depe.blogspot.com/2011/04/artikel-psikiatri-anak.html,
anak
tunagrahita kurang mampu dalam penguasaan kata-kata, perbendaharaan
bahasa, kesalahan dalam pengucapan, serta keterbatasan dalam konsep pemahaman.
Dalam menggunakan kata-kata sering
tidak ada kaitannya dengan objek yang sedang
dibicarakan. Berbagai masalah dalam hal berkomunikasi pada anak tunagrahita
tersebut disebabkan oleh perhatian yang terbatas, gangguan persepsi, lingkungan
yang kurang memberikan dorongan, dan gangguan emosi.
Tunagrahita
atau retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Sunaryo Kartadinata, 1996:
83). Definisi tunagrahita menurut Tredgold (dalam Mumpuniarti, 2000: 27),
tunagrahita ditinjau dari tingkat kemampuan individu yang tidak mampu
beradaptasi dengan lingkunagan normal dan membutuhkan perawatan, supervisi,
kontrol, dan dukungan dari pihak luar dikategorikan perkembangan mentalnya
tidak sempurna.
Salah satu hal
yang membuat anak tunagrahita berbeda dengan anak normal adalah bahasanya.
Tingkat inteligensi anak tunagrahita yang berada di bawah rata- rata membuat
mereka kesulitan dalam mengingat kata-kata, penguasaan kata, pengucapan dan konsep pemahaman.
Walaupun begitu, anak tunagrahita juga memiliki hak yang
sama dengan anak normal lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan
pendidikan. Karena selain memiliki hambatan intelektual, mereka juga masih
memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki
oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur dalam
UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33
ayat 1, menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Oleh karena itu,
sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.
Sehubungan
dengan hal tersebut, penulis akan membahas tentang gangguan bahasa dan bicara
pada anak tunagrahita. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan
informasi dan pengetahuan kepada para pembaca serta masyarakat luas tentang
gangguan bahasa dan bicara yang dialami anak tunagrahita. Karena selama ini pemahaman
masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim,
kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
tidak memiliki kemampuan apapun.
Atas dasar itulah, maka penulis
mengambil
judul makalah yaitu
“ Pemerolehan Bahasa pada Anak
Penderita Tunagrahita usia 27 tahun di SLB Darul Ulum Jogoroto Jombang.
B.
Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis memberikan batasan pada objek yang akan dikaji,
yaitu penulis hanya mengambil satu objek saja dari beberapa siswa yang ada berdasarkan
rekomendasi dari kepala sekolah.
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa)yang
menderita Tunagrahita?
2. Bagaimanakah hambatan pemerolehan bahasa pada Hanifah
(ifa) yang
menderita Tunagrahita?
3. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi pemerolehan bahasa
pada Hanifah (ifa)yang menderita Tunagrahita?
D.
Tujuan Masalah
Perumusan tujuan hendaknya sesuai
dengan perumusan masalah penelitian
Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
1. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan
tentang “Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita
Tunagrahita usia 27 tahun di
SLB Darul Ulum Jogoroto Jombang “
Secara khusus makalah ini lebih mendeskripsikan tentang :
a) Mendesripsikan pemerolehan bahasa Hanifah (ifa) yang
menderita Tunagrahita.
b) Mendeskripsikan hambatan pemerolehan bahasa pada Hanifah
(ifa) yang
menderita Tunagrahita.
c) Mendeskripsikan solusi untuk mengatasi pemerolehan bahasa
pada Hanifah (ifa) yang menderita Tunagrahita.
E.
Manfaat Penelitian
Penelitian
ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas masalah yang pokok dalam penyusunan
makalah, serta diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis ialah manfaat yang berkaitan dengan pengembangan ilmu,
oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita khususnya
dan pembaca pada umumnya, serta dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan
ilmu psikolinguistik.
2.
Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada mengenai Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita (Kajian
psikolinguistik), sehingga dapat dijadikan referensi. Dapat memberikan masukan
bagi pihak-pihak yang tertarik atau berkecimpung di dunia linguistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pemerolehan Bahasa pada Tunagrahita
Tunagrahita
ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan
intelektual di bawah rata-rata (Somantri,2006:103). Keterbelakangan mental
adalah suatu ketidakmampuan yang ditandai oleh keterbatasan yang mencolok baik
dalam perilaku intelektual seperti yang ditunjukkan dalam kemampuan membuat
kosep, bersosialisasi, dan beradaptasi dengan praktis. Ketidakmampuan ini
muncul sebelum anak mencapai usia 18 tahun ( Luckasson et al., 2002, p. 8).
Keterbelakangan
mental adalah (mental retaration) adalah keadaan keterbatasan mental yang
ditandai oleh IQ yang rendah, biasanya di bawah skor 70 pada tes intelegensi
tradisional dan adanya kesulitan menyesuaikan diri pada kehidupan sehari-hari (
Santrock. 2003, p 159). Tunagrahita
menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p.
20-22) sebagai berikut:
Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Seseorang dikatakan tunagrahita jika mereka memiliki IQ dibawah rata-rata. Sering terjadi kesalahan antara penyebutan kelainan Tunagrahita sebagai sebuah penyakit. Penggolongan anak yang mempunyai kelaianan Tunagrahita:
Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Seseorang dikatakan tunagrahita jika mereka memiliki IQ dibawah rata-rata. Sering terjadi kesalahan antara penyebutan kelainan Tunagrahita sebagai sebuah penyakit. Penggolongan anak yang mempunyai kelaianan Tunagrahita:
1.
Tunagrahita ringan (Mild Retardation)
2. Tunagrahita
sedang (Moderate retardation)
3.
Tunagrahita berat (severe retardation)
1. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Perlu
diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual defences) pada anak
tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam pengklasifikasi
terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam
pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1)
Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam
bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe
klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau
penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya :
a.
Down syndrom (dahulu disebut mongoloid).
Pada tipe ini terlihat raut
rupanya menyerupai orang mongol dengan ciri : mata sipit dan miring, lidah
tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan
kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan
besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga
belakang tampak pendek.
b.
Kretin.
Pada tipe kretin nampak seperti
orang cebol dengan ciri : badan pendek, kaki tangan pendek, kulit kering,
tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.
c.
Hydrocephalus.
Gejala yang nampak adalah
semakin membesar Cranium (tengkorak kepala) yang disebabkan oleh semakin
bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini
memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi
otak.
d.
Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus.
Keempat istilah tersebut
menunjukan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan
sebagai berikut :
·
Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
·
Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar
dari ukuran normal
·
Brachicephalus : bentuk
kepala yang melebar
·
Schaphocephalus : memiliki ukuran kepala yang
panjang sehingga menyerupai menara.
e.
Cerebral palsy (kelompok kelumpuhan pada otak).
Kelumpuhan pada otak mengganggu
fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak,
sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi
gerak.
f.
Rusak otak (Brain Damage).
Kerusakan otak berpengaruh
terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang
selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan
tingkah laku, gangguan perhatian, dan gangguan motorik.
2)
Klasifikasi yang berpandangan pendidikan,
memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan.
1.
Mampu didik, anak ini setingkat mild,
Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka berkisar
50/55-70/75.
2.
Mampu latih, setingkat dengan Moderate, semi
dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
3.
Perlu rawat, mereka termasuk Totally dependent
or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya
0/5-20/25.
3)
Klasifikasi yang berpandangan sosiologis
memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau
peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut
AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
1.
Tunagrahita ringan : tingkat kecerdasan IQ
mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu
menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan
pekerjaan setingkat semi terampil.
2.
Tunagrahita sedang : tingkat IQ mereka berkisar
antara 30-50, mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf),
mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat : dan mampu mengerjakan
pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat kerja terlindung
(sheltered work-shop).
3.
Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka
sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain.
Berkomunikasi secara sederhana delam batas tertentu, mereka memiliki tingkat
kecerdasan IQ kurang dari 30.
Tunagrahita
atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan yang optimal ada
beberapa karakteristik umum anak tunagrahita yang dapat kita pelajari, sebagai
berikut :
a. Keterbelakangan intelegensi
Intelegensi
merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mempelajari informasi dan ketrampilan – ketrampilan menyesuaikan diri dengan
masalah – masalah dan situasi – situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman
masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari
kesal;ahn – kesalahan, mengatasi kesulitan – kesulitan, dan kemampuan untuk
merencanakan masa depan. Anak tuna grahita memiliki kekurangan dalam semua hal
tersebut. Kapasitas belajar anak tuna grahita terutama yang bersifat abstrak
seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan
belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
b. Keterbatasan social
Di
samping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki
kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka
memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih
muda dari usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu
memikul tanggung jawab social dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu
dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi. Cenderung melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
c. Keterbatasan fungsi – fungsi mental
lainnya
Anak
tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi
yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti
hal – hal rutin yang secara konsisten dialaminya dari hari – ke hari. Anak
tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka
waktu lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat pengolahan
(perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya). Karena itu
mereka membutuhkan kata – kata konkrit dan sering didengarnya. Selain itu
perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang – ulang. Latihan -
;latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah,
pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit.
Selain
itu anak tuna grahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan
antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dengan yang
salah. Ini semua karena kemampuannya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita
tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari sesuatu perbuatan.
Untuk
lebih jelasnya mengenai peristilahan tunagrahita sebagai berikut:
1. Mental Retardation, banyak digunakan
di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar
belakang mental.
2. Feebleminded (lemah pikiran,
digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
3. Mental Subnormality, digunakan di
Inggris dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar belakang mental.
4. Mental Deficiency, menunjukkan
kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.
5. Mentally Handicapped, dalam bahasa
Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
6. Intellectualy Handicapped, merupakan
istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
7. Intellectual Disabled, istilah ini
banyak digunakan PBB.
Kata
mental dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual dan
bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang
tunagrahita, mengalami perkembangan seperti berikut :
a) Lemah pikiran, lemah ingatan
digunakan sekitar tahun 1967.
b) Terbelakang mental digunakan sejak
tahun 1967 hingga 1983.
c) Tunagrahita, digunakan sejak tahun
1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitan peraturan pemerintah No.
72/1991 tentang pendidikan luar biasa.
Pemerolehan bahasa
adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah. Dimaksudkan adalah proses
penguasaan bahasa secara langsung melalui interaksi atau komunikasi dengan
masyarakat pemakai bahasa itu. Dapat juga dikatakan bahwa pemerolehan bahasa
merupakan proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara alamiah karena
pemerolehan bahasa pertama terjadi pada bayi sampai usia kurang lebih enam
tahun (Purnomo, 2002:1). Berdasarkan penelitian kami seorang
anak yang bernama hanifah (ifa), anak ini menderita Tunagrahita. Sehingga
pemerolehan bahasanya terjadi pada dia terlambat.
Berdasarkan diagnosa dokter, hanifa
(ifa) bisa menjadi anak yang pandai dan bisa juga menjadi anak yang IQnya
rendah. Dimana pun keadaan orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi yang
terbaik, berbagai usaha pun dilakukan oleh orang tuanya hanifa. Ketika selesai
sholat Tahjjud, ibu hanifa selalu membacakan Asmaul Husna untuk hanifa, dengan
mengusap-usap kepala hanifa . Dengan kesabaran ibu hanifa yang selalu
membacakan Asmaul Husna, akhirnya membawakan hasil,hanifa mampu berkomunikasi,
walaupun terkadang tidak konsentrasi, namun hal itu tidak separah dulu, waktu
pertamakali bisa berkomunikasi. Menurut ibunya hanifa mempunyai kemajuan. Hanifa
kurang mampu untuk membaca, dan ketika diberi bacaandia membacanya masih
terbata-bata, hanifa juga kurang bisa menyimak dan menulis dengan baik. Hanifa
anaknya lebih pendiam jika di ajak berbicara dia kurang bisa fokus pada
seseorang yang mengajak berbicara. Terbukti ketika diajak berkomunikasi sedikit
tidak konsentrasi.
B.
Hambatan Pemerolehan Bahasa pada Hanifah yang Menderita Tunagrahita
Dalam bab ini, kami akan membahas masalah-masalah yang
dialami oleh anak Tunagrahita dalam pemerolehan bahasa khususnya tentang pemerolehan
bahasa dan solusi gangguan kebahasaan pada anak tunagrahita. Dalam penelitian ini objek yang kami teliti adalah salah satu murid kelas
SD di sekolah Darul Ulum Jogoroto Jombang yang bernama Hanifa (Ifa) berumur 27
tahun. Sebelum dijelaskan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan anak
tunagrahita, gejala-gejalanya, dan ciri-ciri anak tunagrahita. Sebaiknya kita
jelaskan terlebih dahulu mengenai pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa adalah
proses penguasaan bahasa secara alamiah. Dimaksudkan adalah proses
penguasaan bahasa secara langsung melalui interaksi atau komunikasi dengan
masyarakat pemakai bahasa itu. Dapat juga dikatakan bahwa pemerolehan bahasa
merupakan proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara alamiah karena
pemerolehan bahasa pertama terjadi pada bayi sampai usia kurang lebih enam
tahun (Purnomo, 2002:1). Penelitian tentang pemerolehan bahasa pada umumnya
dilakukan terhadap output yang dihasilkan anak, karena sulitnya
mengamati bagaimana proses itu terjadi. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan
mempunyai ciri-ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan,
yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih
rumit.
Hambatan
berkomunikasi yang diperohleh hanifah adalah ketika ia bersosialisasi dengan
tetangganya. Hanifah tidak mampu berkomunikasi dengan tetangganya sendiri.
Dikarenakan kondisi hanifah yang butuh perhatian, keadaan rumah hanifah yang
terletak di pinggir jalan, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai toko di depan rumahnya, ayahnya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya
dan kakaknya yang tidak pernah ada dirumah, karena sudah menikah dan kakanya
yang satunya sudah meninggal dunia. Sehingga hanifa menjadi seorang anak yang
kurang perhatian. Ibunya tidak tega jika hanifa pergi kesekolah sendiri,
keseharian hanifah hanya sekolah dan dirumah untuk menemani ibunya, sehingga hanifah
untuk bersosialisasi dengan tetangganya sangat kurang. Dan Hanifah adalah anak
yang pendiam dan kurang bnyak bicara.
Cara berfikir hanifah tergolong lambat, dikarenakan hanifah
sering melamun dan kurang konsentrasi, selain itu ketika dijelaskan hanifah
suka kurang konsentrasi. Ini terbukti dengan kebiasaan Hanifa, bahwasannya di usia 27 tahun dia
seharusnya sudah bisa berpikir mandiri. Tetapi tidak dengan hanifa dia masih
seperti anak kecil yang semuanya harus diarahkan. Dan kini dia masih duduk
dibangku kelas 5 SD.
Dalam
aspek menulis dia kurang optimal. Tulisannya bagus, namun
masih butuh bimbingan dari gurunya. Dia bisa menulis bagus dan jelas jika ada
contoh di papan, namun masih butuh pengawasan, karena masih banyak yang tidak
sesuai dengan yang contohkan. Hal
ini terbukti ketika kami tim peneliti memberikan contoh menuliskan huruf,
seperti ingin menulis huruf A, tetapi yang ditulis adalah huruf E. Hal ini
terbukti ketika hanifa diberi soal oleh guru kelasnya, dan penulis mengamati
cara menulisnya. Walaupun hanifa termasuk siswa SD kelas 5, tetapi tulisannya
masih seperti anak TK. Tulisannya tidak bisa rapi layaknya anak SD yang normal.
Dalam aspek membaca dia belum bisa membaca dengan benar dan lancar. Dia hanya bisa membaca abjad saja, belum bisa membaca rangkaian kata
perkata. Dalam aspek ini dia butuh banyak bimbingan, dan tuntunan dahulu untuk
bisa menggerakkan lidahnya mengujarkan kata yang dibaca. Karena dia kesusahan untuk menghafal abjad
tetapi jika dia diberi contoh membaca dia mengikutinya meskipun itu kurang
tepat. Hal ini terbukti katika kami tim peneliti menuliskan suatu kalimat
seperti kata “ gunung “ dan kami meminta
hanifah untuk membacanya dia kurang bisa membaca dengan baik dan benar. Pada
kata “ gunung “ itu dibaca hanifah menjadi “ gunu “ sedangkan huruf “ng” hilang
tidak dibaca. Hanifah juga membacanya dengan terbata-bata.
Dalam aspek mendengar dia dapat mendengar dengan
baik. Ketika dibacakan sebuah cerita, dia sangat sungguh- sungguh dalam
menyimak cerita yang dibacakan. Namun, ketika kita memberikan pertanyaan. Karena dia sudah lupa dan Ifa kurang bisa menjawab, tetapi
kalau diarahkan dia bias menjawab meskipun itu tidak benar. Tetbukti ketika salah satu dari tim
kami membacakan buku cerita kepada hanifa, hanifa mendengarkan dengan baik.
Tetapi ketika kami memberikan satu pertanyaan kepada hanifah. Hanifah susah
menjawab, tetapi ketika kami memberikan
pancingan jawaban kepada hanifah, hanifah baru bisa menjawab meskipun itu tidak
sepenuhnya benar.
Dalam aspek berbicara Ifa anaknya pendiam. Jika
tidak diajak berbicara, dia hanya diam saja. Terkadang ada beberapa ucapannya
yang sulit untuk difahami. Tetapi ketika dia di sekolah dia lebih sering banyak berbicara dan
sering bercanda dengan teman-temannya. Meskipun jika di rumah dia lebih banyak
berdiam diri. Hal ini terbukti saat ketika kami datang kesekolah hanifa, saat
itu hanifa sedang belajar di dalam kelas. Dan pada saat guru hanifah menyuruh
hanifah untuk berkenalan dengan kami hanifa diam. Tetapi ketika waktu istirahat
dia ikut bercanda dengan teman-temannya meskipun dia terlihat pendiam.
Hanifah
adalah anak yang pendiam, tetapi hanifah juga ank yang rajin. Hal itu terbukti
ketika tim kami mendatangi rumah hanifah dan melakukan wawancara kepada orang
tua hanifa. Ibu hanifa menceritakan bahwa hanifah anak yang rajin, yang suka
membantu orang tuanya. Contohnya dia juga selalu menyapu rumah jika sore tiba.
Dia juga suka mencuci pakaiannya yang kotor. Hanifa melarang ibunya mencuci bajunya.
Jika hanifah tau kalau ibunya mencuci baju hanifah maka hanifah akan marah.
Hanifah
juga sangat suka makan. Hanifah paling sering makan nasi dengan lauk
krupuk,sambel dan pindang. Meskipun
terkadang hanifa meminta kepada ibunya makan dengan lauk yang lain. Hanifa juga
sangat suka dengan es. Selain kesukaan hanifa yang makan dan minum es, hanifa
juga suka melihat televisi. Hanifa uga sangat mahir dalam mengoperasikan
alat-alat elektronik tetapi tidak semuanya hanya sound sistem dan televisi
saja.
C.
Faktor Penyebab Anak Tunagrahita
Mengenai
faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya menjadi
beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu indogen dan
eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab, disusun
secara kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum
anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan
faktor -faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal).
Di
bawah ini akan dikemukakan beberapa faktor penyebab ketunagrahitaan,
baik yang berasal dari faktor keturunan maupun yang berasal dari faktor
lingkungan..
a.
Faktor keturunan
Ketika
terjadi fertilisasi dan terjadi manusia baru, maka ia akan memperoleh faktor-faktor
yang diturunkan, baik dari ayah maupun dari ibu yang disebut genotif.
Aktualisasi genotif dihasilkan atas kerjasama dengan lingkungan. Sebagai
pembawa sikat keturunan, gene antara lain menentukan warna kulit, bentuk tubuh,
raut wajah, dan kecerdasan.
b.
Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme
dan gizi merupakan dua hal yang sangat
penting bagi perkembangan individu, terutama perkembangan sel-sel otak.
Kegagalan dalam metabolisme dan pemenuhan gizi akan mengakibatkan terjadinya
gangguan pisik dan mental pada individu.
c.
Infeksi dan keracunan
1.
Rubella
Wanita
hamil yang terjangkit penyakit rubella akan mengakibatkan janin yang
dikandungnya menderita tunagrahita, tunarungu, penyakit jantung, dan lain-lain.
2.
Syphilis
Bayi
dalam kandungan ibunya yang terjangkit syphilis akan lahir mengalami kelainan,
seperti tunagrahita.
d.
Masalah pada kelahiran
Ketunagrahitaan
juga dapat disebabkan akibat sulitnya proses kelahiran, sehingga bayi
dikeluarkan dengan menggunakan tank yang dapat merusak otak.
e.
Faktor lingkungan
(sosial-budaya)
Banyak
peneliti yang melaporkan bahwa
lingkungan dapat berpengaruh terhadap fungsi intelek anak. Anak
tunagrahita banyak ditemukan :
1.
Di daerah yang taraf
ekonominya lemah
2.
Dalam keluarga yang kurang
menyadari pentingnya pendidikan dini bagi anak, kurang kasih sayang, dan
kurangnya kontak pribadi dengan anak.
2. Faktor Pencegahan
Beberapa
usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah
sebagai berikut :
1.
Diagnostik prenatal
Yaitu
suatu usaha memeriksakan kehamilan untuk menemukan kemungkinan
kelainan-kelainan pada janin.
2.
Imunisasi
Imunisasi
dilakukan terhadap ibu hamil dan balita agar terhindar dari penyakit -penyakit
yang dapat mengganggu perkembangan anak.
3.
Tes darah
Ini
dilakukan terhadap pasangan calon suami istri untuk menghidari kemungkinan
menurunkan benih-benih yang berkelainan,
4.
Pemeliharaan kesehatan
Ibu
hamil hendaknya memeriksakan kesehatan secara rutin. Juga menyediakan makanan
bergizi yang cukup, menghindari radiasi, dan sebagainya.
5.
Program KB
Ini
diperlukan untuk mengatur kehamilan dan membina keluarga yang sejahtera.
3.
Pendidikan
Bagi Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan
serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa
pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1) Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang
memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat
mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat
bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan
pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan
anak.
2)
Sekolah
Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model
ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan
pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama
keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di
kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C,
sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3)
Pendidikan
terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak
tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan
bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai
kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru
Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber.
Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong
tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya
mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau
disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4)
Program
sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita
yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya,
misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB
(GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua,
sekolah, dan masyarakat.
5)
Pendidikan
inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model
Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan
labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif
diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas
inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu
lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa
tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak
diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini
pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6)
Panti
(Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita
pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan
pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau
motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam
panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi
c. Motorik kasar dan ambulasi
(pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan
komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hanifa atau yang biasa dipanggil Ifa adalah anak tunagrahita klasifikasi ringan. Karena tingkat IQ mereka berkisar antara 30-50, mampu melakukan
keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf), mampu mengadakan adaptasi
sosial di lingkungan terdekat, dan
mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat
kerja terlindung.
Ifa adalah anak yang cerdas dan berbakat dalam bidang
elektronik. Dia juga dikenal sebagai anak yang baik di sekolah. Selain itu
adapun kemampuan Ifa dalam keterampilan berbahasa sudah cukup bisa
berkomunikasi dengan lawannya. Walau saja prosesnya agak sedikit lambat,
dikarenakan ia tergolong klasifikasi tunagrahita ringan. Dalam aspek berbicara
ifa kurang, karena ifa anaknya pendiam, dia bericara hanya jika dia di ajak
berbicara saja. Dalam aspek menulis dia
kurang optimal. Tulisannya bagus, namun masih butuh bimbingan dari gurunya. Dia
bisa menulis bagus dan jelas jika ada contoh di papan, namun masih butuh
pengawasan, karena masih banyak yang tidak sesuai dengan yang contohkan. Dalam
aspek membaca dia belum bisa. Dia hanya bisa membaca abjad saja, belum bisa
membaca rangkaian kata perkata. Dalam aspek ini dia butuh banyak bimbingan, dan
tuntunan dahulu untuk bisa menggerakkan lidahnya mengujarkan kata yang dibaca. Dalam
aspek mendengar dia dapat mendengar dengan baik. Ketika dibacakan sebuah
cerita, dia sangat sungguh- sungguh dalam menyimak cerita yang dibacakan.
Namun, ketika kita memberikan pertanyaan. Ifa kurang bisa menjawab, tetapi
kalau diarahkan dia bisa.
B. Saran
Diharapkan
peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang pemerolehan bahasa pada anak
tunarungu untuk lebih mengembangkan penelitiannya, karena penelitian kecil ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Akhirnya semoga mini-research
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pembaca yang
budiman.
Daftar Pustaka
Chaer.Abdul.2009.
Psikolinguistik Kajian Teoretik.
Anggota IKAPI Jakarta: Rineka Cipta.
http://pujakesuma-pendidik.blogspot.com/2010/02/anak-berkebutuhan-khusus-tunagrahita.html
https://sites.google.com/site/myarticle1/my-article-2/orthopedagogik/anaktunagrahita.
LAMPIRAN
1
PROFIL
KECIL
|
Ifa adalah anak yang pemalu jika
bertemu dengan orang yang belum dikenalnya. Anak yang sangat menyukai
makanan ikan lele, pindang, krupuk, sambal dan minuman kesukaannya es. Ifa
mengalami tunagrahita sejak ia lahir. Dulu waktu ia lahir ia sempat
menangis. Tetapi Allah berkehendak lain terhadap Ifa. Walau dengan
keterbatasan yang dimilikinya orang tua Ifa bangga terhadapnya. Selain itu
dia berbakat dalam hal elektronik.
|
Nama
|
:
|
Hanifa
|
Panggilan
|
:
|
Ifa
|
Tempat
Tanggal Lahir
|
:
|
Jombang,
01 September 1987
|
Alamat
|
:
|
Sumber Mulyo
|
Sekolah
|
:
|
SDLB
Darul Ulum
Jogoroto Jombang
|
Kelas
|
:
|
5
|
Kelainan
|
:
|
Tunagrahita
|
Klasifikasi
|
:
|
|
Nama
Ayah
|
:
|
Imam Ghozali (52 th)
|
Nama
Ibu
|
:
|
Muhasonah (46 th)
|
Jumlah
Saudara
|
:
|
3
(Tiga)
|
Anak
ke-
|
:
|
2
|
Hobi
|
:
|
Menonton tv
|
Makanan
Favorit
|
:
|
Ikan lele, pindang, krupuk, dan sambal
|
Minuman
Favorit
|
:
|
Es
|
Bakat
|
:
|
Kreativitas dalam hal elektronik
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar