Selasa, 02 Mei 2017

PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARGRAHITA DI SDLB DARUL ULUM JOGOROTO JOMBANG


PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARGRAHITA
DI SDLB DARUL ULUM JOGOROTO JOMBANG
Disusun unutk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikolinguistik
Dosen pengampu:
Dra. Heni Sulistiyowati, M.Hum




Disusun oleh:
Kelompok 4
1.
Efi Lisnawati
126735
2.
Adilla Faiqotul Himma
126768
3.
Siti Nurhalima
126770
4.
Fauziyatul Mahbuba
126742
5.
Khurrotul Insyiah
126674

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Persatuan Guru Republik Indonesia
Jombang
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas segala berkat serta karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan mini-research ini. Tugas ini mengulas tentang mata kuliah Psikolinguistik yang di dalamnya terdapat hasil mini-research yang kami lakukan di SDLB Darul Ulum Jogoroto Jombang.
Mini-research ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari mata kuliah Psikolinguistik. Kami menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, mini-researchini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.    Ibu Dra. Heni Sulistiyowati, M.Hum, selaku dosen pengampu mata kuliah Psikolinguistik.
2.    Teman-teman Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoensia angkatan 2012 kelas B khususnya teman satu kelompok dalam membantu pengumpulan bahan tugas.
3.    Kedua orangtua kami atas dukungan dan doa yang telah diberikan dan semangat serta motivasi dari mereka sehingga kami dapat menyelesaikan mini-research ini.
4.    Pihak sekolah SDLB Darul Ulum Jogoroto Jombang.
5.    Kepada semua pihak yang telah membantu kami yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan mini-research ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak yang berhubungan dengan penulisan mini-research ini, sehingga dengan adanya saran dan kritik tersebut dapat dijadikan bahan perbaikan lebih lanjut.
Akhir kata,kami berharap semoga mini-research ini dapat berguna bagi para kita semua khususnya pembaca yang budiman. Amin.

Jombang, 15 Oktober 2014



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan sarana untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok, maupun interaksi antara kelompok dengan kelompok. Semua orang membutuhkan bahasa untuk berinteraksi dan berkomunikasi  dengan orang lain. Proses interaksi tersebut dapat terjadi apabila satu sama lain saling mengerti dan saling memahami makna serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, diperlukan alat komunikasi yang disebut bahasa. Bahasa sangat penting untuk dikuasai oleh setiap orang. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain serta dapat menangkap dan memahami simbol- simbol dari orang lain.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya yang berarti pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertamanya. Manusia yang normal fungsi otak dan alat bicaranya, tentu dapat berbahasa dengan baik. Begitu pula anak tunagrahita, mereka juga membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi atau untuk menyuarakan isi hatinya kepada orang lain. Namun, kapasitas kecerdasan anak tunagrahita yang berada di bawah rata-rata membuat mereka kesulitan untuk memperoleh bahasa dan mereka sering kali mengalami gangguan dalam berbahasa.
Menurut Tirman Pratasadia, 1982 (dalam Tarmansyah, 1995: 2)  dalam http://r-depe.blogspot.com/2011/04/artikel-psikiatri-anak.html, anak tunagrahita  kurang mampu dalam penguasaan kata-kata, perbendaharaan bahasa, kesalahan dalam pengucapan, serta keterbatasan dalam konsep pemahaman. Dalam menggunakan kata-kata sering tidak ada kaitannya dengan objek yang sedang dibicarakan. Berbagai masalah dalam hal berkomunikasi pada anak tunagrahita tersebut disebabkan oleh perhatian yang terbatas, gangguan persepsi, lingkungan yang kurang memberikan dorongan, dan gangguan emosi.
Tunagrahita atau retardasi mental adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Sunaryo Kartadinata, 1996: 83). Definisi tunagrahita menurut Tredgold (dalam Mumpuniarti, 2000: 27), tunagrahita ditinjau dari tingkat kemampuan individu yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkunagan normal dan membutuhkan perawatan, supervisi, kontrol, dan dukungan dari pihak luar dikategorikan perkembangan mentalnya tidak sempurna.
Salah satu hal yang membuat anak tunagrahita berbeda dengan anak normal adalah bahasanya. Tingkat inteligensi anak tunagrahita yang berada di bawah rata- rata membuat mereka kesulitan dalam mengingat kata-kata, penguasaan kata, pengucapan dan konsep pemahaman.
Walaupun begitu, anak tunagrahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan pendidikan. Karena selain memiliki hambatan intelektual, mereka juga masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur dalam UUD’45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelas lagi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1, menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Oleh karena itu, sangat diperlukan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis akan membahas tentang gangguan bahasa dan bicara pada anak tunagrahita. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada para pembaca serta masyarakat luas tentang gangguan bahasa dan bicara yang dialami anak tunagrahita. Karena selama ini  pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun.
Atas dasar itulah, maka penulis mengambil judul makalah yaitu Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita usia 27 tahun di SLB Darul Ulum Jogoroto Jombang.

B.     Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memberikan batasan pada objek yang akan dikaji, yaitu penulis hanya mengambil satu objek saja dari beberapa siswa yang ada berdasarkan rekomendasi dari kepala sekolah.

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa)yang menderita Tunagrahita?
2.      Bagaimanakah hambatan pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa) yang menderita Tunagrahita?
3.      Bagaimanakah solusi untuk mengatasi pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa)yang menderita Tunagrahita?

D.    Tujuan Masalah
Perumusan tujuan hendaknya sesuai dengan perumusan masalah penelitian
Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
1.      Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita usia 27 tahun di SLB Darul Ulum Jogoroto Jombang
Secara khusus makalah ini lebih mendeskripsikan tentang :
a)      Mendesripsikan pemerolehan bahasa Hanifah (ifa) yang menderita Tunagrahita.
b)      Mendeskripsikan hambatan pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa) yang menderita Tunagrahita.
c)      Mendeskripsikan solusi untuk mengatasi pemerolehan bahasa pada Hanifah (ifa)  yang menderita Tunagrahita.

E.     Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberi jawaban atas masalah yang pokok dalam penyusunan makalah, serta diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis ialah manfaat yang berkaitan dengan pengembangan ilmu, oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tentang Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita khususnya dan pembaca pada umumnya, serta dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikolinguistik.


2.      Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dari hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada mengenai Pemerolehan Bahasa pada Anak Penderita Tunagrahita (Kajian psikolinguistik), sehingga dapat dijadikan referensi. Dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang tertarik atau berkecimpung di dunia linguistik.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemerolehan Bahasa pada Tunagrahita
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Somantri,2006:103). Keterbelakangan mental adalah suatu ketidakmampuan yang ditandai oleh keterbatasan yang mencolok baik dalam perilaku intelektual seperti yang ditunjukkan dalam kemampuan membuat kosep, bersosialisasi, dan beradaptasi dengan praktis. Ketidakmampuan ini muncul sebelum anak mencapai usia 18 tahun ( Luckasson et al., 2002, p. 8).
Keterbelakangan mental adalah (mental retaration) adalah keadaan keterbatasan mental yang ditandai oleh IQ yang rendah, biasanya di bawah skor 70 pada tes intelegensi tradisional dan adanya kesulitan menyesuaikan diri pada kehidupan sehari-hari ( Santrock. 2003, p 159). Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:
Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku
. Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun. Seseorang dikatakan tunagrahita jika mereka memiliki IQ dibawah rata-rata. Sering terjadi kesalahan antara penyebutan kelainan Tunagrahita sebagai sebuah penyakit. Penggolongan anak yang mempunyai kelaianan Tunagrahita:
1. Tunagrahita ringan (Mild Retardation)
2. Tunagrahita sedang (Moderate retardation)
3. Tunagrahita berat (severe retardation)
1.      Klasifikasi Anak Tunagrahita
           Perlu diperhatikan bahwa perbedaan individu (individual defences) pada anak tunagrahita bervariasi sangat besar, demikian juga dalam  pengklasifikasi terdapat cara yang sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi itu sebagai berikut :
1)      Klasifikasi yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe klinis. Tipe klinis pada tanda anatomik dan fisiologik yang mengalami patologik atau penyimpangan. Kelompok tipe klinis di antaranya :
a.       Down syndrom (dahulu disebut mongoloid).
           Pada tipe ini terlihat raut rupanya menyerupai orang mongol dengan ciri : mata sipit dan miring, lidah tebal dan terbelah-belah serta biasanya menjulur keluar, telinga kecil, tangan kering, semakin dewasa kulitnya semakin kasar, pipi bulat, bibir tebal dan besar, tangan bulat dan lemah, kecil, tulang tengkorak dari muka hingga belakang tampak pendek.
b.      Kretin.
           Pada tipe kretin nampak seperti orang cebol dengan ciri : badan pendek, kaki tangan pendek, kulit kering, tebal, dan keriput, rambut kering, kuku pendek dan tebal.


c.       Hydrocephalus.
           Gejala yang nampak adalah semakin membesar Cranium (tengkorak kepala) yang disebabkan oleh semakin bertambahnya atau bertimbunnya cairan Cerebro-spinal pada kepala. Cairan ini memberi tekanan pada otak besar (cerebrum) yang menyebabkan kemunduran fungsi otak.
d.      Microcephalus, Macrocephalus, Brachicephalus dan Schaphocephalus.
           Keempat istilah tersebut menunjukan kelainan bentuk dan ukuran kepala, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :
·         Microcephalus : bentuk ukuran kepala yang kecil
·         Macrocephalus : bentuk ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal
·          Brachicephalus : bentuk kepala yang melebar
·         Schaphocephalus : memiliki ukuran kepala yang panjang sehingga menyerupai menara.
e.       Cerebral palsy (kelompok kelumpuhan pada otak).
           Kelumpuhan pada otak mengganggu fungsi kecerdasan, di samping kemungkinan mengganggu pusat koordinasi gerak, sehingga kelainan cerebral palsy terdiri tunagrahita dan gangguan koordinasi gerak.
f.       Rusak otak (Brain Damage).
           Kerusakan otak berpengaruh terhadap berbagai kemampuan yang dikendalikan oleh pusat susunan saraf yang selanjutnya dapat terjadi gangguan kecerdasan, gangguan pengamatan, gangguan tingkah laku, gangguan perhatian, dan gangguan motorik.
2)      Klasifikasi yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam kemampuannya mengikuti pendidikan.
1.      Mampu didik, anak ini setingkat mild, Borderline, Marginally dependent, moron, dan debil. IQ mereka berkisar 50/55-70/75.
2.      Mampu latih, setingkat dengan Moderate, semi dependent, imbesil, dan memiliki tingkat kecerdasan IQ berkisar 20/25-50/55.
3.      Perlu rawat, mereka termasuk Totally dependent or profoundly mentally retarded, severe, idiot, dan tingkat kecerdasannya 0/5-20/25.
3)      Klasifikasi yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagrahita dalam kemampuannya mandiri di masyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat. Menurut AAMD (Amin, 1995:22-24) klasifikasi itu sebagai berikut :
1.      Tunagrahita ringan : tingkat kecerdasan IQ mereka berkisar 50-70,  dalam penyesuaian sosial maupun bergaul, mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil.
2.      Tunagrahita sedang : tingkat IQ mereka berkisar antara 30-50, mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf), mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat : dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat kerja terlindung (sheltered work-shop).
3.      Tunagrahita berat dan sangat berat, mereka sepanjang kehidupannya selalu tergantung bantuan dan perawatan orang lain. Berkomunikasi secara sederhana delam batas tertentu, mereka memiliki tingkat kecerdasan IQ kurang dari 30.


Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan yang optimal ada beberapa karakteristik umum anak tunagrahita yang dapat kita pelajari, sebagai berikut :
a.       Keterbelakangan intelegensi
Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan – ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah – masalah dan situasi – situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesal;ahn – kesalahan, mengatasi kesulitan – kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tuna grahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tuna grahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas, kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo.
b.      Keterbatasan social
Di samping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda dari usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab social dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi. Cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
c.       Keterbatasan fungsi – fungsi mental lainnya
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk melaksanakan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal – hal rutin yang secara konsisten dialaminya dari hari – ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya). Karena itu mereka membutuhkan kata – kata konkrit dan sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang – ulang. Latihan - ;latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit.
Selain itu anak tuna grahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dengan yang  salah. Ini semua karena kemampuannya yang terbatas, sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari sesuatu perbuatan.
Untuk lebih jelasnya mengenai peristilahan tunagrahita sebagai berikut:
1.      Mental Retardation, banyak digunakan di Amerika Serikat dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar belakang mental.
2.      Feebleminded (lemah pikiran, digunakan di Inggris untuk melukiskan kelompok tunagrahita ringan.
3.      Mental Subnormality, digunakan di Inggris dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai latar belakang mental.
4.      Mental Deficiency, menunjukkan kapasitas kecerdasan yang menurun akibat penyakit yang menyerang organ tubuh.
5.      Mentally Handicapped, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah cacat mental.
6.      Intellectualy Handicapped, merupakan istilah yang banyak digunakan di New Zealand.
7.      Intellectual Disabled, istilah ini banyak digunakan PBB.
Kata mental dalam peristilahan di atas adalah fungsi kecerdasan intelektual dan bukan kondisi psikologis. Adapun peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan seperti berikut :
a)      Lemah pikiran, lemah ingatan digunakan sekitar tahun 1967.
b)      Terbelakang mental digunakan sejak tahun 1967 hingga 1983.
c)      Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan terbitan peraturan pemerintah No. 72/1991 tentang pendidikan luar biasa.
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah.  Dimaksudkan adalah proses penguasaan bahasa secara langsung melalui interaksi atau komunikasi dengan masyarakat pemakai bahasa itu. Dapat juga dikatakan bahwa pemerolehan bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara alamiah karena pemerolehan bahasa pertama terjadi pada bayi sampai usia kurang lebih enam tahun (Purnomo, 2002:1).  Berdasarkan penelitian kami seorang anak yang bernama hanifah (ifa), anak ini menderita Tunagrahita. Sehingga pemerolehan bahasanya terjadi pada dia terlambat.
Berdasarkan diagnosa dokter, hanifa (ifa) bisa menjadi anak yang pandai dan bisa juga menjadi anak yang IQnya rendah. Dimana pun keadaan orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi yang terbaik, berbagai usaha pun dilakukan oleh orang tuanya hanifa. Ketika selesai sholat Tahjjud, ibu hanifa selalu membacakan Asmaul Husna untuk hanifa, dengan mengusap-usap kepala hanifa . Dengan kesabaran ibu hanifa yang selalu membacakan Asmaul Husna, akhirnya membawakan hasil,hanifa mampu berkomunikasi, walaupun terkadang tidak konsentrasi, namun hal itu tidak separah dulu, waktu pertamakali bisa berkomunikasi. Menurut ibunya hanifa mempunyai kemajuan. Hanifa kurang mampu untuk membaca, dan ketika diberi bacaandia membacanya masih terbata-bata, hanifa juga kurang bisa menyimak dan menulis dengan baik. Hanifa anaknya lebih pendiam jika di ajak berbicara dia kurang bisa fokus pada seseorang yang mengajak berbicara. Terbukti ketika diajak berkomunikasi sedikit tidak konsentrasi.

B.     Hambatan Pemerolehan Bahasa pada Hanifah yang Menderita Tunagrahita
Dalam bab  ini, kami akan membahas masalah-masalah yang dialami oleh anak Tunagrahita dalam pemerolehan bahasa khususnya tentang pemerolehan bahasa dan solusi gangguan kebahasaan pada anak tunagrahita. Dalam penelitian ini objek yang kami teliti adalah salah satu murid kelas SD di sekolah Darul Ulum Jogoroto Jombang yang bernama Hanifa (Ifa) berumur 27 tahun. Sebelum dijelaskan lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan anak tunagrahita, gejala-gejalanya, dan ciri-ciri anak tunagrahita. Sebaiknya kita jelaskan terlebih dahulu mengenai pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa secara alamiah.  Dimaksudkan adalah proses penguasaan bahasa secara langsung melalui interaksi atau komunikasi dengan masyarakat pemakai bahasa itu. Dapat juga dikatakan bahwa pemerolehan bahasa merupakan proses penguasaan bahasa yang berlangsung secara alamiah karena pemerolehan bahasa pertama terjadi pada bayi sampai usia kurang lebih enam tahun (Purnomo, 2002:1). Penelitian tentang pemerolehan bahasa pada umumnya dilakukan terhadap output yang dihasilkan anak, karena sulitnya mengamati bagaimana proses itu terjadi. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri-ciri  kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Hambatan berkomunikasi yang diperohleh hanifah adalah ketika ia bersosialisasi dengan tetangganya. Hanifah tidak mampu berkomunikasi dengan tetangganya sendiri. Dikarenakan kondisi hanifah yang butuh perhatian, keadaan rumah hanifah yang terletak di pinggir jalan, ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai toko di depan rumahnya, ayahnya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan kakaknya yang tidak pernah ada dirumah, karena sudah menikah dan kakanya yang satunya sudah meninggal dunia. Sehingga hanifa menjadi seorang anak yang kurang perhatian. Ibunya tidak tega jika hanifa pergi kesekolah sendiri, keseharian hanifah hanya sekolah dan dirumah untuk menemani ibunya, sehingga hanifah untuk bersosialisasi dengan tetangganya sangat kurang. Dan Hanifah adalah anak yang pendiam dan kurang bnyak bicara.
Cara berfikir hanifah tergolong lambat, dikarenakan hanifah sering melamun dan kurang konsentrasi, selain itu ketika dijelaskan hanifah suka kurang konsentrasi. Ini terbukti dengan kebiasaan Hanifa, bahwasannya di usia 27 tahun dia seharusnya sudah bisa berpikir mandiri. Tetapi tidak dengan hanifa dia masih seperti anak kecil yang semuanya harus diarahkan. Dan kini dia masih duduk dibangku kelas 5 SD.
 Dalam aspek menulis dia kurang optimal. Tulisannya bagus, namun masih butuh bimbingan dari gurunya. Dia bisa menulis bagus dan jelas jika ada contoh di papan, namun masih butuh pengawasan, karena masih banyak yang tidak sesuai dengan yang contohkan. Hal ini terbukti ketika kami tim peneliti memberikan contoh menuliskan huruf, seperti ingin menulis huruf A, tetapi yang ditulis adalah huruf E. Hal ini terbukti ketika hanifa diberi soal oleh guru kelasnya, dan penulis mengamati cara menulisnya. Walaupun hanifa termasuk siswa SD kelas 5, tetapi tulisannya masih seperti anak TK. Tulisannya tidak bisa rapi layaknya anak SD yang normal.
Dalam aspek membaca dia belum bisa membaca dengan benar dan lancar. Dia hanya bisa membaca abjad saja, belum bisa membaca rangkaian kata perkata. Dalam aspek ini dia butuh banyak bimbingan, dan tuntunan dahulu untuk bisa menggerakkan lidahnya mengujarkan kata yang dibaca. Karena dia kesusahan untuk menghafal abjad tetapi jika dia diberi contoh membaca dia mengikutinya meskipun itu kurang tepat. Hal ini terbukti katika kami tim peneliti menuliskan suatu kalimat seperti  kata “ gunung “ dan kami meminta hanifah untuk membacanya dia kurang bisa membaca dengan baik dan benar. Pada kata “ gunung “ itu dibaca hanifah menjadi “ gunu “ sedangkan huruf “ng” hilang tidak dibaca. Hanifah juga membacanya dengan terbata-bata.
Dalam aspek mendengar dia dapat mendengar dengan baik. Ketika dibacakan sebuah cerita, dia sangat sungguh- sungguh dalam menyimak cerita yang dibacakan. Namun, ketika kita memberikan pertanyaan. Karena dia sudah lupa dan  Ifa kurang bisa menjawab, tetapi kalau diarahkan dia bias menjawab meskipun itu tidak  benar. Tetbukti ketika salah satu dari tim kami membacakan buku cerita kepada hanifa, hanifa mendengarkan dengan baik. Tetapi ketika kami memberikan satu pertanyaan kepada hanifah. Hanifah susah menjawab, tetapi ketika  kami memberikan pancingan jawaban kepada hanifah, hanifah baru bisa menjawab meskipun itu tidak sepenuhnya benar.
Dalam aspek berbicara Ifa anaknya pendiam. Jika tidak diajak berbicara, dia hanya diam saja. Terkadang ada beberapa ucapannya yang sulit untuk difahami. Tetapi ketika dia di sekolah dia lebih sering banyak berbicara dan sering bercanda dengan teman-temannya. Meskipun jika di rumah dia lebih banyak berdiam diri. Hal ini terbukti saat ketika kami datang kesekolah hanifa, saat itu hanifa sedang belajar di dalam kelas. Dan pada saat guru hanifah menyuruh hanifah untuk berkenalan dengan kami hanifa diam. Tetapi ketika waktu istirahat dia ikut bercanda dengan teman-temannya meskipun dia terlihat pendiam.
Hanifah adalah anak yang pendiam, tetapi hanifah juga ank yang rajin. Hal itu terbukti ketika tim kami mendatangi rumah hanifah dan melakukan wawancara kepada orang tua hanifa. Ibu hanifa menceritakan bahwa hanifah anak yang rajin, yang suka membantu orang tuanya. Contohnya dia juga selalu menyapu rumah jika sore tiba. Dia juga suka mencuci pakaiannya yang kotor. Hanifa melarang ibunya mencuci bajunya. Jika hanifah tau kalau ibunya mencuci baju hanifah maka hanifah akan marah.
Hanifah juga sangat suka makan. Hanifah paling sering makan nasi dengan lauk krupuk,sambel  dan pindang. Meskipun terkadang hanifa meminta kepada ibunya makan dengan lauk yang lain. Hanifa juga sangat suka dengan es. Selain kesukaan hanifa yang makan dan minum es, hanifa juga suka melihat televisi. Hanifa uga sangat mahir dalam mengoperasikan alat-alat elektronik tetapi tidak semuanya hanya sound sistem dan televisi saja.
C.     Faktor Penyebab Anak Tunagrahita
           Mengenai faktor penyebab ketunagrahitaan para ahli sudah berusaha membaginya menjadi beberapa kelompok. Ada yang membaginya menjadi dua gugus, yaitu indogen dan eksogen. Ada juga yang membaginya berdasarkan waktu terjadinya penyebab,  disusun  secara kronologis sebagai berikut faktor-faktor yang terjadi sebelum anak lahir (prenatal), faktor-faktor yang terjadi ketika anak lahir (natal), dan faktor -faktor yang terjadi setelah anak dilahirkan (pos natal).
           Di bawah ini akan  dikemukakan  beberapa faktor penyebab ketunagrahitaan, baik yang berasal dari faktor keturunan maupun yang berasal dari faktor lingkungan..
a.       Faktor keturunan
     Ketika terjadi fertilisasi dan terjadi manusia baru, maka ia akan memperoleh faktor-faktor yang diturunkan, baik dari ayah maupun dari ibu yang disebut genotif. Aktualisasi genotif dihasilkan atas kerjasama dengan lingkungan. Sebagai pembawa sikat keturunan, gene antara lain menentukan warna kulit, bentuk tubuh, raut wajah, dan kecerdasan.
b.      Gangguan metabolisme dan gizi
     Metabolisme dan  gizi merupakan dua hal yang sangat penting bagi perkembangan individu, terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan dalam metabolisme dan pemenuhan gizi akan mengakibatkan terjadinya gangguan pisik dan mental pada individu.
c.       Infeksi dan keracunan
1.      Rubella
           Wanita hamil yang terjangkit penyakit rubella akan mengakibatkan janin yang dikandungnya menderita tunagrahita, tunarungu, penyakit jantung, dan lain-lain.
2.      Syphilis
           Bayi dalam kandungan ibunya yang terjangkit syphilis akan lahir mengalami kelainan, seperti tunagrahita.

d.      Masalah pada kelahiran
     Ketunagrahitaan juga dapat disebabkan akibat sulitnya proses kelahiran, sehingga bayi dikeluarkan dengan menggunakan tank yang dapat merusak otak.
e.       Faktor lingkungan (sosial-budaya)
     Banyak peneliti yang melaporkan bahwa  lingkungan dapat berpengaruh terhadap fungsi intelek anak. Anak tunagrahita banyak ditemukan :
1.      Di daerah yang taraf ekonominya lemah
2.      Dalam keluarga yang kurang menyadari pentingnya pendidikan dini bagi anak, kurang kasih sayang, dan kurangnya kontak pribadi dengan anak.
2.      Faktor Pencegahan
           Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ketunagrahitaan adalah sebagai berikut :
1.      Diagnostik prenatal
     Yaitu suatu usaha memeriksakan kehamilan untuk menemukan kemungkinan kelainan-kelainan pada janin.
2.      Imunisasi
     Imunisasi dilakukan terhadap ibu hamil dan balita agar terhindar dari penyakit -penyakit yang dapat mengganggu perkembangan anak.


3.      Tes darah
     Ini dilakukan terhadap pasangan calon suami istri untuk menghidari kemungkinan menurunkan benih-benih yang berkelainan,
4.      Pemeliharaan kesehatan
     Ibu hamil hendaknya memeriksakan kesehatan secara rutin. Juga menyediakan makanan bergizi yang cukup, menghindari radiasi, dan sebagainya.
5.      Program KB
     Ini diperlukan untuk mengatur kehamilan dan membina keluarga yang sejahtera.
3.      Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
           Anak tunagrahita sangat memerlukan pendidikan serta layanan khusus yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ada beberapa pendidikan dan layanan khusus yang disediakan untuk anak tunagrahita, yaitu:
1)      Kelas Transisi
     Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.

2)      Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
     Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3)      Pendidikan terpadu
     Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4)      Program sekolah di rumah
     Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.

5)      Pendidikan inklusif
     Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6)      Panti (Griya) Rehabilitasi
     Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan diri
b. Sensorimotor dan persepsi
c. Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina diri dan kemampuan sosial


















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
     Hanifa atau yang biasa dipanggil Ifa adalah anak tunagrahita klasifikasi ringan. Karena tingkat IQ mereka berkisar antara 30-50, mampu melakukan keterampilan mengurus diri sendiri (self-helf), mampu mengadakan adaptasi sosial di lingkungan terdekat, dan mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja ditempat kerja terlindung.
                Ifa adalah anak  yang cerdas dan berbakat dalam bidang elektronik. Dia juga dikenal sebagai anak yang baik di sekolah. Selain itu adapun kemampuan Ifa dalam keterampilan berbahasa sudah cukup bisa berkomunikasi dengan lawannya. Walau saja prosesnya agak sedikit lambat, dikarenakan ia tergolong klasifikasi tunagrahita ringan. Dalam aspek berbicara ifa kurang, karena ifa anaknya pendiam, dia bericara hanya jika dia di ajak berbicara saja.  Dalam aspek menulis dia kurang optimal. Tulisannya bagus, namun masih butuh bimbingan dari gurunya. Dia bisa menulis bagus dan jelas jika ada contoh di papan, namun masih butuh pengawasan, karena masih banyak yang tidak sesuai dengan yang contohkan. Dalam aspek membaca dia belum bisa. Dia hanya bisa membaca abjad saja, belum bisa membaca rangkaian kata perkata. Dalam aspek ini dia butuh banyak bimbingan, dan tuntunan dahulu untuk bisa menggerakkan lidahnya mengujarkan kata yang dibaca. Dalam aspek mendengar dia dapat mendengar dengan baik. Ketika dibacakan sebuah cerita, dia sangat sungguh- sungguh dalam menyimak cerita yang dibacakan. Namun, ketika kita memberikan pertanyaan. Ifa kurang bisa menjawab, tetapi kalau diarahkan dia bisa.
B.     Saran
     Diharapkan peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang pemerolehan bahasa pada anak tunarungu untuk lebih mengembangkan penelitiannya, karena penelitian kecil ini masih jauh dari kesempurnaan.
     Akhirnya semoga mini-research yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pembaca yang budiman.
Daftar Pustaka

Chaer.Abdul.2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Anggota IKAPI Jakarta: Rineka Cipta.
http://pujakesuma-pendidik.blogspot.com/2010/02/anak-berkebutuhan-khusus-tunagrahita.html
https://sites.google.com/site/myarticle1/my-article-2/orthopedagogik/anaktunagrahita.














LAMPIRAN 1
PROFIL KECIL
Biodata
Ifa adalah anak yang pemalu jika bertemu dengan orang yang belum dikenalnya. Anak yang sangat menyukai makanan ikan lele, pindang, krupuk, sambal dan minuman kesukaannya es. Ifa mengalami tunagrahita sejak ia lahir. Dulu waktu ia lahir ia sempat menangis. Tetapi Allah berkehendak lain terhadap Ifa. Walau dengan keterbatasan yang dimilikinya orang tua Ifa bangga terhadapnya. Selain itu dia berbakat dalam hal elektronik.

Nama
:
Hanifa
Panggilan
:
Ifa
Tempat Tanggal Lahir
:
Jombang, 01 September 1987
Alamat
:
Sumber Mulyo
Sekolah
:
SDLB Darul Ulum Jogoroto Jombang
Kelas
:
5
Kelainan
:
Tunagrahita
Klasifikasi
:

Nama Ayah
:
Imam Ghozali (52 th)
Nama Ibu
:
Muhasonah (46 th)
Jumlah Saudara
:
3 (Tiga)
Anak ke-
:
2
Hobi
:
Menonton tv
Makanan Favorit
:
Ikan lele, pindang, krupuk, dan sambal
Minuman Favorit
:
Es
Bakat
:
Kreativitas dalam hal elektronik



Tidak ada komentar:

Posting Komentar