ANALISIS WACANA
A.
Definisi
Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa
berdasarkan kata yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial.
Satuan bahasa itu merupakan deretan kata atau ujaran. Wacana dapat berbentuk
lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam
peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis,
wacana dapat dlihat sebagai hasil dari pengungkapan idea/gagasan penyapa.
Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis
wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang
digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Bagaimana Terbentuknya Wacana.
Penggunaan bahasa berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun
wacana dapat berupa satu kata atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kata
atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan
(unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kata-kata dalam
wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana
dikatakan padu apabila kata-katanya disusun secara teratur dan sistematik
sehingga menunjukkan kebenaran ide yang diungkapkan. Analisis wacana di dalam ilmu
komunikasi bersumber dari pemikiran Marxis Kritis. (Stephen W. Littlejohn,
2002; Stanley J. Baran and Denis K. Davis, 2000). Ada tiga aliran pemikiran
yang termasuk ke dalam kategori ini, iaitu: (1). Aliran Frankfurt (Frankfurt
School); (2). Pengajian Budaya (Cultural Studies); (3). Pengajian Wanita
(Feminist Study). (Stephen W. Littlejohn, 2002).
Istilah analisis wacana adalah istilah
umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian.
Meskipun ada gradasi yang besardari berbagai definisi, titik singgungnya adalah
analisis wacanaa berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa.
Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana? Disini ada beberapa perbedaan
pandangan. Mohammad A. S. Hikam dalam suatu tulisannya telah membahas dengan
baik perbedaan paradigma analisis wacanaa dalam melihat bahasa ini yang akan
diringkas sebagai berikut.Paling tidak ada tiga pandangan mengeneai bahasa
dalam analisis wacanaa. Pandangan pertama diwakili oleh kaum positivme-empiris. Oleh kaum ini , bahasa dilihat sebagai
jembatan antara manusia dengan objek diluar dirinya. Pengalaman-pengalaman
manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa
tanpa ada kendala atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan
memakaipenyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan
pengalaman empiris.
Salah satu cirri daripemikiran ini
adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis
wacanaa, konsekuensi logis dari pemahaman ini orangtidak perlu mengetahui
makna-makna subjektif ataunilaiyangmendasari pernyataannya, sebab yang penting
adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis
dan semantik. Oleh karena itu tata bahasa, kebenaran sintaksis adalah bidang
utama dari aliranpositivme-empiris tentang
wacanaa. Analisis wacanaa dimaksudkan untuk menggambarkan tata aturan kalimat,
bahasa, dan pengertian bersama. Wacanaa lantas diukur dengan pertimbangan
kebenaran/ketidakbenaran (menurut sintaksis dan semantik). Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme.
Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh
pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang
memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa
tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka
dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme
justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacanaa serta
hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S. Hikam,
subjek memiliki kemampuan-kemampuan melakukan control terhadap maksud-maksud
tertentu dalam setiap wacanaa. Bahasa dipahami dalam paradigm ini diatur dan
dihidupkan oleh pernyatan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada
dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri
serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis
wacanaa dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membonhgkar maksud-maksud dan
makna-makna tertentu. Wacanaa adalah suatu upaya pengungkapan maksud
tersembunyi dari sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan
itu dilakukan diantaranya dengan memnempatkan diri pada posisi sang pembicara
dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini
ingin mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitive pada proses
produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun
institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih
belummenganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap
wacanaa, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek
tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigm
kritis. Analisis wacanaa tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran
struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis
konstruktivisme. Analisis wacanaa dalam paradigm ini menekankan pada konstelasi
kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak
dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai
dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan
sosial yang ada dalam masyarakat. bahasa disini tidak difahami sebagai medium
netral yang terletak diluar diri si pembicara.
Bahasa dalam pandangan kritis dipahami
sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema
wacana tertentu, maupun strategi didalamnya. Oleh karena itu, analisis wacanaa
dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa:
batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacanaa, perspektif yang merti
dipakai, topic apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacanaa
melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam
pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam
masyarakat. karena memakai perpektif kritis, analisis wacanaa kategori ketiga
itu juga disebut sebagai analisis wacanaa kritis (Critical Discourse
Analysis/CDA). Ini untuk membedakan dengan analisis wacanaa dalam kategori
yang pertama atau kedua (Discourse Analysis). Analisis wacana muncul sebagai suatu
reaksi terhadap linguistik murni yang tidak bisa mengungkap hakikat bahasa
secara sempurna. Dalam hal ini para pakar analisis wacana mencoba untuk
memberikan alternative dalam memahami hakikat bahasa tersebut. Analisis wacana
mengkaji bahasa secara terpadu, dalam arti tidak terpisah-pisah seperti dalam
linguistik, semua unsure bahasa terikat pada konteks pemakaian. Oleh karena
itu, analisis wacana sangat penting untuk memahamihakikat bahsa dan perilaku
berbahasa termasuk belajar bahasa.
Analisis wacana adalah suatu disiplin
ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi.
Stubbs (1983:1) mengatakan bahwa analisis wacana merupakan suatu kajian yang
meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan
maupun tulis, misalnya pemakaian bahasa dalam komunikasi sehari-hari.
Selanjutnya stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankankajiannya pada
penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam penggunaan bahasa antar
penutur. Jadi jelasnya analisis wacan bertujuan untuk mencari keteraturan bukan
kaidah. Yang dimaksud dengan keteraturan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan
keberterimaan penggunaan bahasa di masyarakatsecara realita dan cenderung tidak
merumuskan kaidah bahasa seperti dalam tata bahasa. Kartomiharjo (1999:21)
mengungkap bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan
untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat.
Analisis wacana lazim digunakan untuk menemukan makna wacana yang persis sama
atau paling tidak sangat ketat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam
wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana tulis.
B.
Teori
Kognisi Sosial Teun A. Van Djik
Dari begitu banyak model analisis
wacana yang diintoduksikan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk
adalah model yang paling banyak dipakai. Hal ini mungkin disebabkan karena van
Dijk menformulasikan elemen-elemen wacana, sehingga bisa dipakai secara
praktis. Model yang dipakai oleh van Dijk ini sering disebut sebagai “kognisi
sosial” (Eriyanto 2001:221). Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak
cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari
suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat juga
bagaimana suatu teks diproduksi. Proses produksi itu melibatkan suatu proses
yang disebut sebagai kognisi sosial. Teks dibentuk dalam suatu praktik
diskursus, suatu praktik wacana. Di sini ada dua bagian, yaitu teks yang mikro
yang merepresentasikan suatu topik permasalahan dalam berita, dan elemen besar
berupa struktur sosial. van Dijk membuat suatu jembatan yang menghubungkan
elemen besar berupa struktur sosial tersebut dengan elemen wacana yang mikro
dengan sebuah dimensi yang dinamakan kognisi sosial. Kognisi sosial tersebut
mempunyai dua arti. Di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses teks tersebut
diproduksi oleh wartawan/ media, di sisi lain ia menggambarkan nilai-nilai
masyarakat itu menyebar dan diserap oleh kognisi wartawan dan akhirnya
digunakan untuk membuat teks berita (Eriyanto 2001:222).
Dalam buku Eriyanto, Van Dijk melihat
bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam
masyarakat dan bagaimana kognisi/ pikiran dan kesadaran membentuk dan
berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai
tiga dimensi/ bangunan : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti
analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam
satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks yang pertama, yang diteliti adalah
bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu
tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita
yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu
masalah. Ketiga dimensi ini merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara
bersama-sama dalam analisis Van Dijk (Eriyanto 2001:225).
Ø
Teks
Van Dijk membagi struktur teks ke dalam
tiga tingkatan. Pertama, struktur
makro. Ini merupakan makna global/ umum dari suatu teks yang dapat diamati
dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua, superstruktur. Ini merupakan
struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka atau skema suatu teks,
bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga,struktur
mikro adalah makna wacana
yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat,
parafrase dan lain-lain.
Meskipun terdiri atas berbagai elemen,
semua elemen tersebut merupakan satu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung
satu sama lainnya. Makna global dari suatu teks (tema) didukung oleh kerangka
teks dan baru kemudian pilihan kata dan kalimat yang dipakai. Kita bisa membuat
pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa terhadap isu kenaikan BBM. Misalnya,
Koran A mengatakan bahwa aksi ini terjadi karena kekecewaan mahasiswa dan
masyarakat terhadap kenaikan harga BBM semata tanpa ada motif atau tuntutan
yang lain.
Tema ini akan didukung dengan skematik
tertentu. Misalnya dengan menyusun cerita yang mendukung gagasan tersebut.
Media tersebut juga akan menutupi fakta tertentu dan hanya akan menjelaskan
peristiwa itu semata pada masalah BBM. Pada tingkat yang lebih rendah, akan
dijumpai pemakaian kata-kata yang menunjuk dan memperkuat pesan bahwa
demonstrasi tersebut semata kasus kenaikan harga. Semua teks dipandang van Dijk
mempunyai suatu aturan yang dapat dilihat sebagai sebuah piramida. Makna global
dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat, dan proposisi yang dipakai.
Pernyataan atau tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat, atau
retorika tertentu. Pemakaian kata, kalimat, proposisi, retorika tertentu oleh
media dipahami van Dijk sebagai bagian dari strategi wartawan.
Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat,
gaya tertentu bukan semata dipandang sebagai cara berkomunikasi melainkan
sebagai politik berkomunikasi, suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum,
menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau
penentang. Struktur wacana adalah cara yang efektif untuk melihat proses
retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan.
Berikut ini akan dijelaskan satu per satu elemen dalam teks. Kalau digambarkan
maka struktur teks adalah sebagai berikut:
|
Struktur
Makro
Makna
global dari suatu teks yang dapat diamati
Dari
topic/tema yang diangkat oleh suatu teks
|
|
Superstruktur
Kerangka
suatu teks, seperti bagian pendahuluan,
Isi,
penutup, dan kesimpulan
|
|
Struktur
Mikro
Makna
lokal dari suatu teks yang dapat diamati
Dari
pilihan kata, kalimat dan gaya
yang
dipakai oleh suatu teks
|
1.
Struktrur makro (thematic structure)
Struktur makro merupakan makna global sebuh teks yang dapat dipahami
melalui topiknya. Topik direpresentasikan ke dalam suatu atau beberapa kalimat
yang merupakan gagasan utama/ide pokok wacana. Topik juga dikatakan sebagai “semantic
macrostructure” (van Dijk, 1985:69). Makrostruktur ini dikatakan
sebagai semantik karena ketika kita berbicara tentang topik atau tema dalam
sebuah teks, kita akan berhadapan dengan makna dan refrensi.
2.
Superstruktur (superstructure)
Superstruktur merupakan struktur yang digunakan untuk mendeskripsikansehemata, di
mana keseluruhan topik atau isi global berita diselipkan. Superstruktur ini
mengorganisikan topik dengan cara menyusun kalimat atau unit-unit beritanya
berdasarkan urutan atau hiraki yang diinginkan. Teks atau wacana
umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga
membentuk kesatuan arti. Meskipun mempunyai bentuk dan skema yang beragam,
berita umumnya mempunyai dua kategori skema besar. Pertama, summary yang biasanya ditandai dengan dua
elemen yakni judul dan lead. Elemen skema ini merupakan elemen yang dipandang
paling penting. Judul umumnya menunjukkan tema yang ingin ditampilkan oleh
wartawan dalam pemberitaannya. Lead umumnya sebagai pengantar ringkasan apa
yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap. Kedua, story yakni isi berita secara keseluruhan.
Isi berita ini juga mempunyai dua subkategori. Yang pertama berupa situasi
yakni proses atau jalannya peristiwa, sedang yang kedua komentar yang
ditampilkan dalam teks.
Subkategori situasi yang menggambarkan kisah suatu peristiwa
umumnya terdiri atas dua bagian. Yang pertama mengenai episode atau kisah utama
dari peristiwa tersebut, dan yang kedua latar untuk mendukung episode yang
disajikan kepada khalayak. Misalnya berita tentang konser Dewi Persik yang
batal diselenggarakan karena mendapat protes dan kecaman keras dari masyarakat.
Episode ini umumnya juga akan didukung oleh latar, misalnya, dengan mengatakan
ini pembatalan konser Dewi Persik yang kesekian kali. Dengan demikian, latar
umumnya dipakai untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika
disampaikan kepada khalayak.
Sedangkan
subkategori komentar yang menggambarkan bagaimana pihak-pihak yang terlibat
memberikan komentar atas suatu peristiwa terdiri atas dua bagian. Pertama, reaksi
atau komentar verbal dari tokoh yang dikutip wartawan. Kedua, kesimpulan yang
diambil oleh wartawan dari komentar beberapa tokoh. Menurut van Dijk, arti
penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu
yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan-urutan
tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana
yang disembunyikan. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan di
bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.
3. Struktur
Mikro
Struktur mikro adalah struktur wacana itu sendiri yang terdiri atas
beberapa elemen, yaitu:
1) Elemen
sintaksis
Elemen sintaksis merupakan salah satu elemen penting yang dimaanfaatkan
untuk mengimplikasikan ideologi. Dengan kata lain, melalui struktur sintaksis
tertentu, pembaca dapat menangkap maksud yang ada dibalik kalimat-kalimat dalam
berita. Melalui struktur sintaksis, wartawan dapat menggambarkan aktor atau
peristiwa tertentu secara negafit maupun posifit.
a. Koherensi
Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarakata, atau kalimat dalam
teks, Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan
sehingga tampak koheren. Proposisi “demontrasi mahasiswa” dan “nilai tukar
rupian melemah” adalah dua buah fakfa yang bernilai. Dua buah proposisi itu
menjadi berhubung sebab-akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung
“mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi “Demontrasi” mahasiswa
mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Dua buah kalimat itu menjadi tidak
berhubungan ketika dipakai kata hubung “dan”. Kalimatnya kemudian menjadi
“Demonstrasi mahasiswa dan nilai tukar rupiah melemah”. Dalam kalimat ini,
antara fakta banyaknya demonstrasi dan nilia tukar rupiah dipandang tidak
saling berhubungan, kalimat satu tidak menjelaskan kalimat lain atau menjadi
penyebab kalimat lain.
b. Koherensi
Kondisional
Koherensi Kondisianal diantaranya ditandai dengan pemakian anak kalimat
sebagai penjelas. Di sini ada dua kalimat,di mana kalimat kedua adalah penjelas
atau keterangan dari proposisi pertama, yang dihubungkan dengan kata hubung
konjungsi, seperti “yang” atau “dimana”. Kalimat kedua fungsinya hanya sebagai
penjelas (anak kalimat), sehingga ada atau tidak anak kalimat itu,tidak akan
mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingam
komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu
pertanyaan. Seperti dalam sebuah kalimat “PSSI, yang selalu kalah dalam
pertandingan internasional. Tidak jadi dikirim ke Asian Games”. Arti kalimat
tersebut tidak akan berubah jika seandainya diubah menjadi “PSSI tidak jadi
dikirim ke Asean Games”. Anak kalimat “yang selalu kalah dalam pertandingan”
selain menjadi penjelas juga bermakna ejekan terhadap PSSI.
c. Koherensi
pembeda
Jika koherensi kondisional berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua
peristiwa dihubungkan/dijelaskan. Koherensi pembeda berhubungan dengan
pertanyaan, bagaimana dua buah peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan.
Seperti mengenai kebebasan pers di ers Gus Dur, pada era Gus Dur kebebasan pers
dijamin, namun terjadi peristiwa penduduk banser terhadap harian jawa post
hingga menyebabkan koran tersebut tidak bisa terbit. Dua buah peristiwa itu
terpisah, tidak berhubungan, juga tidk menyulut peristiwa lain. Akan tetapi,
kedua masalah tersebut bisa dibuat berhubungan dengan cara membuat satu
peristiwa sebagai kebalikan/kontras dari peristiwa lain. Dalam contoh kasus
tersebut, bisa saja dikatakan alangkah berbedanya masa pemerintahan Habibie dan
Gus Dur, atau pemerintah Habibie lebih baik dari pada pemerintah Gus Dur.
d. Pengingkaran
Elemen wacana pengingkaran adalah bentuk praktik wacana yang menggambarkan
bagai mana wartawan menyembunyikan apa yang anggin diekpresikan secara
amplisit. Penginakaran ini menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu,
pahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang menyangkal
persetujuannya tersebut.
e. Bentuk kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir
logis, yaitu prinsip kausalitas. Di mana ia menyatakan apakah A yang
menjelaskan B, atau B yang menjelaskan A. Logika kausalitas ini jika
diperjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan objek (diterangkan) dan predikat
(menerangkan). Bentuk lain adalah dengan pemakian urutan kata-kata yang
mempunyai dua fungsi sekaligus. Pertam, menekankan atau menghilangkan dengan
penempatan dan pemakian kata atau frase yang mencolok dengan menggunakan
pemakian semantik. Yang juga penting dalam sintaksis selain bentuk kalimat
adalah posisi proposisi dalam kalimat. Bagaiman proposisi-proposisi diatur
dalam satu rangkaian kalimat. Termasuk ke dalam bagian bentuk kalimat ini
adalah apakah berita itu memakai bentuk deduktif atau indukfit. Dedukfit adalah
bentuk penulisan kalimat dimana inti kalimat (umum) ditempatkan di bagian
mukak, kemudian disusul dengan keterangan tambahan (khusus). Sebaliknya, bentuk
induktif adalah bentuk penulisan di mana inti kilimat ditempatkan di akhir
setelah keterangan tambahan.
f. Kata
Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imanjinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai
oleh komunikator untuk menujukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam
mengungkapkan sikapnya, seseoarang dapat menggunakan “kami” atau “saya” yang
menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Namun,
ketika menggunakan kata ganti “kita”, sikap tersebut sebagai representasi dari
sikap bersama dalam suatu komunitas tersebut. pemakian kata ganti yang jamak seperti
“kita” (atau“kami”)http://sastrawanmania.blogspot.com/2012/01/analisis-wacana-vandijk.html mempunyai
implikasi menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian, yang pada dasarnya
merupakan upaya merangkul dan menghilangkan oposisi yang ada. Pemakian kata
ganti “kita” menciptakan komunitas antara wartawan dan para pembaca.
2) Elemen Semantik
(makna lokal)
Elemen semantik ini sangat erat
hubunganya dengan elemen leksikon dan sintaksis sebab penggunaan leksikon dan
struktur sintaksis tertentu dalam berita dapat memunculkan makna tertentu.
Berikut ini adalah unsur-unsur wacana yang tergolong ke dalam elemen semantik.
1. Latar
Latar merupakan bagian berita yang dapat mengpengaruhi semantik (arti) yang
inggin ditampilkan. Latar dapat menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan
dalam suatu teks (Eriyanto, 2006.235). oleh karena itu, latar teks merupakan
elemen yang berguna karena dapat membongkar apa maksud yang inggin disampaikan
oleh wartawan. Latar peristiwa itu dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke
mana teks dibawah.
2. Detil
Elemen wacana detil berhunungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan
seseorang (Eriyanto, 2006: 238). Detil yang lengkap dan panjang merupakan
penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu
kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan
dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan atau kegagalan komunikator.
3. Maksud
Elemen wacana maksud hampir sama dengan detil, hanya saja elemen maksud
meliat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit
dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implisit, dan tersembunyi.
4. Pranggapan
Elemen wacana pranggapan merupakan pertanyaan yang digunakan untuk
mendukung makna suatu teks. Pranggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan
memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan
pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidk perlu dipertanyakan. Seperti
dalam suatu domonstrasi mahasiswa. Seseorang yang setuju dengan gerakan
mahasiswa akan memakai praanggapan berupa pernyataan “perjuangan mahasiswa
menyuarakan hati nurani rakyat”. Pernyataan ini merupakan suatu
premis dasar yang akan menentukan proposisi dukunganya terhadap gerakan
mahasiswa pada kalimat berikutnya.
3) Elemen
leksikon
Elemen leksikom menyangkut pemilihan diksi. Pemilihan diksi telah diketahui
dapat mengeskspresikan idiologi maupun persuai, sebagaimana yang terjadi pada
“terrorist” dan “freedomfighter”. Bagaimana aktor yang sama digambarkan dengan
dua diksi yang berbeda berimplikasi pada pemahaman pembaca tenteng aktor
tersebut.
4) Elemen Retorik
Elemen ritorik menyangkut penggunaan repetisi, alitersi, metafora yang
dapat berfungsi sebagai “idiologi control” manakalah sebuah informasi yang
kurang baik tentang aktor tertentu dibuat kurang mencolok sementara informasi
tentang aktor lain ditekankan. Dengan kata lain, retorik ini digunakan untuk
memberi penekanan posifif atau negatif terhadap aktor atau peristiwa dalam
berita.
a. Grafis
Elemem ini merupakan bagian untuk memberikan apa yang ditekankan atau
ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati
dari teks. Dalam berita elemen grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan
yang dibuat berbeda dibandingkan tulisan lain, seperti pemakian huruf tebal,
huruf miring, garis bawah, huruf dengan ukuran lebih besar,termasuk pemakian
caption, raster, grafik, gambar, foto dan tabel untuk mendukung pesan. Pemakian
angka-angka dalam berita diantaranyadigunakan untuk menyugestikan kebenaran,
ketelitian, dan posisi dara suatu laporan. Pemakian jumlah, ukuran statistik
menurut Van Dijk (dalam Eriyanto, 2006:258) bukan semata bagian dari standar
jurnalistik, melainkan juga menyugestikan presisi dari apa yang hendak
dikatakan dalam teks.
b. Metafora
Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat
teks, tetapi juga kiasan,ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagian ornamen
atau bumbuu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakian metafora tertentu bisa
jadi pakian oleh wartawan secara strategi sebagai landasan berfikir, alasan
pembenar atas pendapat tertentu kepada publik. Penggunaan ungkapan sehari-hari,
peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan ungkapan ayat suci
dipakai untuk memperkuat pesan utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar