Sabtu, 13 Juni 2015

kohesi dan koherensi



A. Hakikat Kohesi dan Koherensi
            Kohesi dan koherensi tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya. Dua istilah ini merupakan satu kesatuan yang selalu melekat. Sebuah teks terutama teks tulis memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Menurut Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Sejalan dengan hal tersebut Anton M. Moeliono (dalam Mulyana, 2005: 26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh menayaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal antara lain adalah referensi, subtitusi, ellipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah sinonimi, repetisi, kolokasi.
            Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsure bahasa. Gutwinsky (dalam Yayat Sudaryat, 2008: 151) menyatakan bahwa kohesi mengacu pada hubungan antarkalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun tataran leksikal. Agar wacana itu kohesif, pemakai bahasa dituntut untuk mengetahui pemahaman tentang kaidah bahasa, realitas, penalaran (simpulan sintaksis). Oleh karena itu, wacana dikatakan kohesif apabila terdapat kesesuaian bentuk bahasa baik dengan ko-teks (situasi dalam bahasa) maupun konteks (situasi luar bahasa). Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut H. G. Tarigan (dalam Mulyana, 2005: 26) mengemukakan bahwa penelitian mengenai kohesi menjadi bagian dari kajian aspek formal bahasa. Oleh karena itu, organisasi dan struktur kewacanaanya juga berkonsentrasi dan bersifat sintaktik gramatikal.
            Brown dan Yule (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 87) menyatakan bahwa unsur pembentuk teks itulah yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai sebuah teks atau bukan teks. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan pendapat Anton M. Moeliono ( dalam Sumarlam, dkk, 2009: 173) bahwa kohesi merupakan hubungan semantik atau hubungan makna antara unsur-unsur di dalm teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasikan teks; pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya; keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik. Maka untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh diharapkan kalimat-kalimatnya harus utuh. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam suatu wacana dapat diinterpretasikan, sesuai dengan ketergantungan unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran penanda khusus yang bersifat lingual formal.
            Kohesi dapat dibedakan atas beberapa jenis. Pembedaan tesebut dapat di jabarkan dalam kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal dan leksikal ini merupakan bagian dari kohesi endosentris. Karena kohesi dibagi menjadi dua ada kohesi endosentrsi dan kohesi eksosentris. Kohesi gramatikal terdiri dari: referensi, subtitusi, ellipsis, paralelisme, dan konjungsi. Sedangkan konjungsi leksikal terdiri dari: sinonimi, antonimi, hiponimi, kolokasi, repetisi dan ekuivalensi.
            Untuk membentuk wacana yang baik dan padu tidak cukup hanya mengandalkan hubungan kohesi. Menurut Cook (dalam Adul Rani, dkk, 2006: 872) menyatakan bahwa penggunaan alat kohesi itu memang penting untuk membentuk wacana yang utuh, tetapi tidak cukup meggunakan penanda katon tersebut. Ada faktor lain seperti relevansi dan faktor tekstual luar (extratextual factor) yang ikut menentukan keutuhan wacana. Kesesuaian antara teks dan dunia nyata dapat membantu menciptakan suatu kondisi untuk membantuk wacana yang utuh. Faktor lain seperti pengetahuan budaya yang juga membantu dalam menciptakan koherensi teks. Agar wacana yang kohesif baik, maka perlu dilengkapi dengan koherensi. Menurut Abdul Rani, dkk (2006:89) yang dimaksud koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian dalam wacana.
            Mulyana (2005: 30) di dalam bukunya yang berjudul “Kajian Wacana” banyak mengutip pendapat-pendapat ahli berkaitan dengan koherensi. Adapun pendapat tersebut adalah sebagai berikut, menurut H. G. Tarigan (1987) istilah koherensi mengandung makna pertalian, dalam konesp kewacanaan berarti pertalian makna atau isi kalimat. Gorys Keraf (1984) menyatakan bahwa koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi antarunsur dalam kalimat. Sejalan dengan pendapat tersebut Wahjudi (1989) berpendapat bahwa hubungan koherensi keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Sedangkan Samiati (1989) berpendapat bahwa wacana yang koheren memiliki cirri-ciri: susunanya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga muda diintepretasikan. Pendapat-pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2006: 30) yang menegaskan bahwa berarti keterpaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan.
            Dalam sebuah wacana aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk menjaga pertalian batin antara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan makana yang terjadi antarunsur (bagian) secara semantik. Hubungan tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.
            Halliday dan Hasan (dalam Mulyana, 2005: 31) menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur semantic, yakni semantic kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri. Keberadaan unsure koherensi sebetulnya tidak hanya pada satuan teks semata (scara formal), malainkan pada kemampuan pembaca atau pendengar dlam menghubungkan dan menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Maka dari pendapat tersebut diperkuat dan disimpulkan oleh Mulyana (2005:31) hubungan koherensi adalah sutau rangkaian fakta dan gagasan yang teratur yang tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan interpretasi. Pendapat tersebut juga diyakini oleh Yayat Sudaryat (2008: 152) koherensi adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wAcana. Meskipun begitu, interpretasi wacana berdasarkan struktur sintaksis dan leksikal bukan satu-satunya cara. Maka koherensi merupakan bagian dari suatu wacana, sebagai organisasi semantic, wadah gagasan yang disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan yang tepat.

Pengertian Wacana
a.       Istilah “wacana” berasal dari bahasa Sansekerta wac/ wak/ vak, artinya berkata, berucap ( Douglas, 1967:266). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac dalam morfologi bahasa Sansekerta, termasuk kata kerja golongan III parasmaepada (m) yang bersifat aktif, yaitu ‘melakukan tindakan ujar’. Kata tersebut kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Bentuk ana yang muncul di belakang adalah sufiks ( akhiran). yang bermakna membedakan ( nominalisasi). Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.
b.      Menurut Anton M. Moelino ( 1998:334) mengatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lainnya dalam kesatuan makna.
c.       Menurut Harimurti Kridalaksana mengatakan bahwa wacana  berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi, dan terbesar. Wacana juga dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh ( buku) yang membawa amanat lengkap.
d.      Menurut Henry Guntur Tarigan, wacana adalah satuan bahasa ynag paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan.
e.       Menurut Samsuri mengemukakan bahwa wacana ialah rekaman kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat itu.
f.       Menurut Eko Wardono, wacana adalah satuan tuturan yang mempunyai satu pokok gagasan ( topic).
g.      Menurut Soeseno Kartomiharjo, wacana adalah cabang ilmu yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang leih besar daripada kalimat. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraph, teks bacaan, undangan, percakapan.
h.      Menurut Tim Penyusun KBBI, wacana berarti kelas kata benda ( nominal) yang mempunyai arti sebagai berikut: 1. ucapan, perkataan, tuturan 2. keseluruan tutur yang merupakan suatu kesatuan 3. satuan bahasa terlengkap.
i.        Yayat Sudarjat mengatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dari rentetan kaliamat yang kontinuitas, kohesif, dan koheren.
2)      Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moelino ( 1988:34)  menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif. Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96) untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsure-unsur lainnya. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.
Kohesi gramatikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi leksikal artinya kepaduan bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal meliputi:
A.    Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas:
1.      Referensi eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana. Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2.      Referensi endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a.       Referensi anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu, mengacu yang sebelah kiri.
Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
b.      Referensi katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu yang sebelah kanan.
Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1.      Referensi persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.

Tunggal
Jamak
Persona pertama
Aku, saya
Kami, kita
Persona kedua
Kamu, engkau, anda
Kalian, kami sekalian
Persona ketiga
Dia, ia, beliau
Mereka

Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
2.      Referensi demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk. Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini, itu, dan sebagainya.
Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan rimbun.
3.      Referensi interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya.
contoh: Kamu mau kemana?
4.      Referensi komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan satual lingual lain.
contoh: Tidak berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
B.     Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk  memperoleh unsur pembeda. Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1.      Substitusi nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata benda.
Contoh: Memang Soni mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Surakarta. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2.      Substitusi verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa kata kerja.
Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa berdoa dan selalu berikhtiar pada allah.
3.      Substitusi frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa frasa.
Contoh: Hari ini hari minggu. Mumpung hari libur aku manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4.      Substitusi klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang berupa klausa.
Contoh:
Nida    : jika perubahan yang dialami oleh azam tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang –orang tesebut banyak yang tidak sukses seperti azam.
Barik   : tampaknya memang begitu!
C.    Elipsis atau pelesapan
Elipsis adalah pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi dari elipsis yaitu:
1.      Untuk efektifitas kalimat
2.      Untuk mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3.      Untuk mencapai aspek kepaduan wacana
4.      Untuk mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentuksn dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Kakak: Kapan adik datang?
Adik  : tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.
D.    Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1.      Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh karena itu, dengan demikian dan sebagainya.
Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.      Pertentangan
Hubungan pertentangan terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun.
Contoh: Nyamuk berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang dibangun sekolah mewah.
3.      Kelebihan atau  eksesif
Hubungan eksesif digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah.
Contoh: Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.      Perkecualian atau eksepsif
Hubungan eksepsif digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali.
Contoh: Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5.      Tujuan
Hubungan tujuan terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu: agar dan sehingga.
Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.      Penambahan atau aditif
Penambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan yaitu: dan, juga, serta, selain itu.
Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang lain. Selain itu, ia suka menolong sesama teman. Dan dia penyabar.
7.      Pilihan atau alternatif
Pilihan digunakan menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8.      Harapan atau optatif
Konjungsi harapan digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan yaitu semoga, moga-moga.
Contoh: Semoga, dia lulus dengan nilai terbaik.
9.      Urutan atau sekuential
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula.
Contoh: Intan bangun tidur pukul 05.00, kemudian ambil air wudlu. Setelah itu dia menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu tak lupa ia mengaji
10.  Syarat
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila dan jika.
Contoh: Jika bulan ini aku bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.  Cara
Merupakan proposisi yang menunjukkan suatu hubungan cara.
Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan cara.
Contoh: Mungkin dengan cara seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi:
A.    Pengulangan atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual.
Contoh: Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B.     Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata.
Contoh: Hari pahlawan diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.
C.     Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata.
Contoh:
Dalam rangka menyambut peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja bakti. Bagi yang putri sebagian besar membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.
D.    Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus
Contoh: Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.
E.     Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum.
Contoh: Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran, televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F.      Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat.
Contoh: Setiap hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain  mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu, unsure-unsur kohesi menjadi contributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren ( Halliday dan Hassan, 1976; Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang uth dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren ( Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
3)      Koherensi
Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978 : 25). Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh.
Yang termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1.         Penambahan
Sarana penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula, selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan hasil panen. Selanjutnya upaya itu akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah kita.
2.         Repetisi
Penggunaan repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada contoh di bawah ini.
Dia mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya. Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3.         Pronomina
Sarana penghubung yang berupa kata ganti orang, terlihat pada contoh berikut ini:
Rumah Lani dan rumah Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.

4.         Sinonimi
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik, halus budi bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak dijadikan istri, teman hidup selama hayat dikandung badan. 
5.         Totalitas Bagian
Kadang-kadang, pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya membeli buku baru. Buku itu terdiri dari tujuh bab. Setiap bab terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa kalimat. Selanjutnya kalimat terdiri atas beberapa kata. Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6.         Komparasi
Komparasi atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana. Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam contoh berikut ini.
Sama halnya dengan Paman Lukas, kita pun harus segera mendirikan rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama, takkan lebih dari itu. Tetapi, tidak seperti rumah Paman Lukas yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7.         Penekanan
Dengan sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana. Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Bekerja bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah selesai kita kerjakan. Jelaslah hubungan antara kedua kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua kampung. 
8.         Kontras
Juga dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak lulus. Namun demikian, dia tidak pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin belajar. 
9.         Simpulan
Dengan kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Pepohonan telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami. Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara segar dan sejuk nyaman. Jadi penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Oleh karena itu, para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu.
10.     Contoh
Dengan pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya: bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan obat-obatan tradisional, misalnya: kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh: bayam, cabai, jahe, dan sirih.
11.     Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru mengenai wacana. Karena asiknya, saya tidak mengetahui, saya tidak mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12.     Waktu
Kata-kata yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya mengangkat barang itu dan menaruhnya di atas lemari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar