PRASYARAT WACANA
1.
Hakikat
Wacana
Istilah wacana berasal dari kata
Sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Henry Guntur Tarigan (1987: 27)
menjelaskan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi
dari klausa dan kaliat, memiliki kihesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal
dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau
tertulis. Sedangkan, Abdul Chaer (1994:267) menyatakan bahwa wacana adalah
satuan bahasa terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dikatakan lengkap karena terdapat
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca
dan pendengar tanpa keraguan apapun. Wacana dikatakan tertinggi atau terbesar
karena wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyratan kewacaan lainnya (syrat kekohesian dan
kekoherensian).
Prasyarat Kewacanaan
Di dalam sebuah
wacana tentunya ada syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika membuat suatu
wacana. Syarat-syarat tersebut dapat membuat
sebuah wacana itu lebih hidup dan lebih dipamahi baik oleh pembaca
maupun pendengar .
1.
Topik
Topik merupakan suatu pokok dari sebuah pembicaraan atau
sesuatu yang akan menjadi landasan dalam penulisan sebuah wacana. Di dalam
menentukan sebuah topik tentunya kita juga harus memperhatikan beberapa syarat,
syarat-syarat tersebut antara lain :
a.
Topik
yang dipilih harus menarik perhatian,
b.
Dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca,
c.
Topik
yang dipilih harus mempunyai sumber acuan yang jelas atau real.
Di dalam menentukan sebuah topik pada
suatu wacana tentunya kita harus membatasinya. Topik yang dipilih harus
terbatas, sebab apabila suatu topik itu terlalu luas maka topik itu akan
menjadi dangkal dan tidak menarik untuk dibahas. Adapun yang mencakup dalam
pembatasan tersebut meliputi : konsep, variabel, data, lokasi pengumpulan data
dan waktu pengumpulan data. Elemen – elemen tersebut saling berhubungan satu
sama lain, apabila salah satu elemen tersebut ada yang hilang maka sebuah topik
itu tidak akan menarik dan akan terasa membosankan.
Contoh apabila dalam memilih sebuah
topik kita tidak menghiraukan konsep dari topik itu sendiri maka topik yang
kita pilih itu tidak akan menarik si pembaca untuk membaca artikel yang telah
kita buat. Jadi, pada intinya semua elemen tersebut saling mendukung agar
sebuah topik itu dapat menarik perhatian si pembaca untuk membaca artikel yang kita
buat.
Orang sering mengatakan bahwa topik
merupakan judul dalam sebuah wacana. Akan tetapi, pada dasarnya topik dan judul
memiliki pengertian yang sangat berbeda. Topik berasal dari bahasa Yunani yaitu
“Topoi” yang berati tempat dalam tulis menulis, pembicaraan atau sesuatu yang
menjadi landasan penulisan, maka dari itu topik merupakan salah satu unsur
yang harus ada dalam sebuah wacana.
Menurut Howe topik itu merupakan syarat penting terbentuknya sebuah wacana.
Sedangkan pengertian dari judul adalah sebuah
nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, atau kepala berita. Dalam artikel
judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan judul adalah
lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul
hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan
tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan
bahwasannya topik dan dan judul sangatlah berbeda. Topik merupakan tempat dalam
tulis menulis, pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan, maka
dari itu topik merupakan salah satu unsur yang
harus ada dalam sebuah wacana. Sedangkan judul merupakan sebuah nama
yang dipakai untuk buku, bab dalam buku, atau kepala berita.
2.
Kohesi
Kohesi dalam wacana
diartikan sebagai kepaduan bentuk secara structural membentuk ikatan sintaktikal.
Anton M. Moelino (1988:34) menyatakan
bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-kalimat yang kohesif.
Konsep kohesif sebenarnya mengacu kepada hubungan bentuk. Artinya unsur-unsur
wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki
keterkaitan secara padu dan utuh. Menurut Anton M. Moelino, dkk ( 1987:96)
untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus
kohesif. Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana
dapat di interpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur
lainnya.
Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu
kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal artinya kepaduan
bentuk sesuai dengan tata bahasa. Sedangkan, kohesi leksikal artinya kepaduan
bentuk sesuai dengan kata.
Kohesi gramatikal dibagi menjadi beberapa bagian yang
meliputi:
A. Referensi (pengacuan)
Referensi merupakan pengacuan satuan lingual tertentu
terhadap satuan lainnya. Di lihat dari acuannya, referensi terbagi atas:
1. Referensi
eksofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari, kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di
luar teks, yaitu “benda berpijar yang menerangi alam ini”.
2. Referensi
endofora yaitu pengacuan satuan lingual yang berada di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi atas:
a. Referensi
anaphora yaitu pengacuan satual lingual yang disebutkan terlebih dahulu,
mengacu yang sebelah kiri. Contoh: Peringatan HUT ke-66 Indonesia ini akan di
ramaikan dengan pagelaran pesta kembang api.
b. Referensi
katafora yaitu pengacuan satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu
yang sebelah kanan. Contoh: Kamu harus pergi! Ayo, cici cepatlah!
Di
lihat dari klasifikasinya, referensi terbagi atas:
1. Referensi
persona yaitu pengacuan satual lingual berupa pronomina atau kata ganti orang.
Contoh: Firdaus, kamu harus mandi.
Tunggal
|
Jamak
|
|
Persona
pertama
|
Aku,
saya
|
Kami,
kita
|
Persona
kedua
|
Kamu,
engkau, anda
|
Kalian,
kami sekalian
|
Persona
ketiga
|
Dia,
ia, beliau
|
Mereka
|
2. Referensi
demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk.
Biasanya menggunakan kata : kini, sekarang, saat ini, di sini, di situ, ini,
itu, dan sebagainya. Contoh: Pohon-pohon kelapa itu, tumbuh di tanah lereng diantara pepohonan lain yang rapat dan
rimbun.
3. Referensi
interogatif yaitu pengacuan satuan lingual berupa kata tanya. Contoh: Kamu mau kemana?
4. Referensi
komparatif yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk membandingkan
satual lingual lain. Contoh: Tidak
berbeda jauh dengan ibunya, Nita orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut.
B. Substitusi ( penggantian)
Substitusi diartikan
sebagai penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam wacana
untuk memperoleh unsur pembeda.
Substitusi dilihat dari satuan lingualnya dapat dibedakan atas:
1. Substitusi
nominal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata benda. Contoh: Memang Soni mencintai gadis
itu. Wanita itu berasal dari
Surakarta. Pacarnya itu memang
cantik, halus budi bahasanya, dan bersifat keibuan.
2. Substitusi
verbal yaitu penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain yang berupa
kata kerja. Contoh: Soni berusaha menyembuhkan penyakitnya dengan berobat ke
dokter kemarin sore. Ternyata dia di vonis menderita penyakit kanker. Selain berusaha ke dokter, dia juga tidak lupa
berdoa dan selalu berikhtiar pada
allah.
3. Substitusi
frasa yaitu penggantisn satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain yang
berupa frasa. Contoh: Hari ini hari
minggu. Mumpung hari libur aku
manfaatkan saja untuk menengok Nenek di desa.
4. Substitusi
klausal yaitu penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain
yang berupa klausa. Contoh :
Nida : jika perubahan yang dialami oleh azam
tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu
dikarenakan oleh kenyataan bahwa orang-orang tesebut banyak yang tidak sukses
seperti azam.
Barik : tampaknya
memang begitu!
C. Elipsis (pelesapan)
Elipsis adalah
pelesapan satuan lingual tertentu yang sudah disebutkan sebelumnya. Adapun
fungsi dari elipsis yaitu:
1. Untuk
efektifitas kalimat
2. Untuk
mencapai nilai ekkonomis dalam pemakaian bahasa
3. Untuk
mencapai aspek kepaduan wacana
4. Untuk
mengaktifkan pikiran pendengar atau pembaca terhadap sesuatu yang di ungkapkan
dalam satuan kata.
Contoh: Tuhan selalu memberikan
kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih.
Kalimat kedua yang berbunyi terima
kasih merupakan elipsis. Unsur yang hilang adalah subjek dan predikat. Kalimat
tersebut selengkapnya berbunyi: Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan,
ketika saya menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih.
Contoh lainnya,
seperti berikut:
Kakak: Kapan adik datang?
Adik
: tadi siang.
Pernyataan adik tersebut merupakan
pelesapan subjek dan predikat. Kalimat tersebut selengkapnya berbunyi: Saya datang tadi siang.
D. Konjungsi (perangkaian)
Konjungsi adalah
kohesi gramatikal yang dilakukan dengan menghubungkan unsure yang satu dengan
unsure yang lain. Unsur yang dirangkai berupa kata, frasa, klausa, dan
paragraf. Macam-macam konjungsi sebagai berikut:
1.
Sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat
terjadi apabila salah satu proposisi menunjukkan penyebab terjadinya suatu
kondisi tertentu yang merupakan akibat atau sebaliknya. Konjungsi yang
digunakan antara lain: karena, sebab, makanya, sehingga, oleh arena itu, dengan
demikian dan sebagainya. Contoh: Adik sakit sehingga tidak masuk sekolah.
2.
Pertentangan
Hubungan pertentangan
terjadi apabila ada dua ide atau proposisi yang menunjukkan kebalikan atau
kekontrasan. Konjungsi yang digunakan yaitu tetapi dan namun. Contoh: Nyamuk
berseliweran, pengemis, pelacur, pencoleng, dan gelandangan berkeliaran. Namun, di kampung kumuh tersebut sedang
dibangun sekolah mewah.
3.
Kelebihan
atau eksesif
Hubungan eksesif
digunakan untuk menyatakan kelebihan, ditandai dengan konjungsi malah. Contoh:
Karena tadi malam kurang istirahat, dia tertidur di dalam kelas. Malah tugasnya belum dikerjakan pula.
4.
Perkecualian
atau eksepsif
Hubungan eksepsif
digunakan untuk menyatakan pengecualian, ditandai dengan konjungsi kecuali. Contoh:
Anda tidak boleh mengkonsumsi obat tersebut kecuali dengan persetujuan dokter.
5.
Tujuan
Hubungan tujuan
terjadi sebagai pewujudan untuk menyatakan tujuan yang ingin dicapai. Konjungsi
yang digunakan yaitu: agar dan sehingga. Contoh: Agar naik kelas, kamu harus rajin belajar.
6.
Penambahan
atau aditif
Penambahan berguna
untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya
digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih. Konjungsi yang digunakan
yaitu: dan, juga, serta, selain itu. Contoh: Tingkah lakunya menawan. Tutur
katanya sopan. Murah senyum, jarang marah, dan tidak pernah berbohong. Juga tidak mau mempercakapkan orang
lain. Selain itu, ia suka menolong
sesama teman. Dan dia penyabar.
7.
Pilihan
atau alternatif
Pilihan digunakan
menyatakan pilihan antara dua hal. Konjungsi yang digunakan yaitu atau dan apa.
Contoh: Pelajaran apa yang lebih kamu suka IPA atau IPS?
8.
Harapan
atau optatif
Konjungsi harapan
digunakan untuk menyatakan harapan yang ingin dicapai. Konjungsi yang digunakan
yaitu semoga, moga-moga. Contoh: Semoga,
dia lulus dengan nilai terbaik.
9.
Urutan
atau sekuential
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan kesejajaran atau urutan waktu. Konjungsi yang
digunakan yaitu setelah itu, lalu, kemudian, terus, mula-mula. Contoh: Intan
bangun tidur pukul 05.00, kemudian
ambil air wudlu. Setelah itu dia
menunaikan sholat subuh dengan khusyuk. Lalu
tak lupa ia mengaji.
10.
Syarat
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan syarat. Konjungsi yang digunakan yaitu: apabila
dan jika. Contoh: Jika bulan ini aku
bisa bekerja lebih giat maka gajiku akan bertambah.
11.
Cara
Merupakan proposisi
yang menunjukkan suatu hubungan cara. Konjungsi yang digunakan yaitu: dengan
cara. Contoh: Mungkin dengan cara
seperti ini, aku membantu beban keluarga.
Yang selanjutnya adalah kohesi
leksikal. Kohesi leksikal yaitu perpaduan bentuk dalam struktur kata. Kohesi leksikal meliputi :
A. Pengulangan
atau repetisi
Repetisi merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan konsesif
antar kalimat. Hubungan ini dibentuk dengan mengulang satuan lingual. Contoh: Berfilsafat
didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita
tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah
kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
B. Sinonimi
Sinonimi merupakan persamaan makna kata. Contoh: Hari pahlawan
diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang bangsa yang rela
mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia. Jasa mereka
selalu dikenang sepanjang masa.
C. Antonim
Antonim merupakan perlawanan kata. Contoh: Dalam rangka menyambut
peringatan kemerdekaan Republic Indonesia, warga setempat mengadakan kerja
bakti. Bagi yang putri sebagian besar
membawa sapu, sedangkan yang putra membawa sabit. Tak ketinggalan pula nenek
maupun kakek ikut serta meramaikan peringatan tersebut.
D. Hiponim
Hiponim merupakan sebuah pernyataan yang berpola umum-khusus Contoh:
Setiap hari Anita menyiram bunga di taman. Bermacam-macam bunga
diantaranya mawar, melati, dahlia, dan anggrek.
E. Kolokasi
Kolokasi merupakan sebuah pernyataan yang berpola khusus-umum. Contoh:
Bermula dari goresan bolpoin pada selembar kertas namanya sekarang tenar. Dari lembaran-lembaran
kertas tersebut di gabung dalam satu buku. Buku tersebut menjadi
perbincangan banyak orang karena banyak dimuat dalam majalah, koran,
televisi. Berkat media massa, namanya menjadi terkenal.
F.
Ekuivalensi
Ekuivalensi merupakan kesejajaran dalam sebuah kalimat. Contoh: Setiap
hari aku belajar dengan rajin. Bu Narti sebagai guruku selain mengajarkan mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, beliau juga mengajarkan pendidikan moral.
Pada kondisi tertentu,
unsure-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang
koheren ( Halliday dan Hassan, 1976 dalam Gunawan Budi Santosa, 1998:28). Namun
demikian pelu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin
terbentuknya wacana yang utuh dan koheren. Alasannya, pemakaian alat-alat
kohesif dalam suatu teks tidak langsung menghasilkan wacana yang koheren (
Anton M. Moeliono, dkk, 1988: 322). Dengan kata lain, srtuktur wacana yang baik
dan utuh harus memiliki syarat-syatar kohesi sekaligus koherensi.
3.
Koherensi
Koherensi adalah
pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu
untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya (Wohl, 1978
: 25). Koherensi merupakan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian
yang lainnya sehingga kalimat tersebut mempunyai kesatuan makna yang utuh. Yang
termasuk unsur-unsur koherensi meliputi:
1.
Penambahan
Sarana
penghubung yang berupa penambahan itu antara lain: dan, juga, lagi pula,
selanjutnya, seperti tertera pada contoh berikut:
Laki-laki
dan perempuan, tua dan muda, juga para tamu turut bekerja bergotong-royong menumpas hama tikus
di sawah-sawah di desa kami. Selain daripada menyelamatkan tanaman, juga upaya itu akan meningkatkan hasil
panen. Selanjutnya upaya itu
akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Lagi pula upaya ini telah lama dianjurkan oleh pemerintah kita.
2. Repetisi
Penggunaan
repetisi atau pengulangan kata sebagai sarana koherensi wacana, terlihat pada
contoh di bawah ini.
Dia
mengatakan kepada saya bahwa kasih sayang itu berada dalam jiwa dan raga sang ibu. Saya menerima kebenaran ucapan
itu. Betapa tidak. Kasih sayang pertama saya peroleh dari ibu saya.
Ibu melahirkan saya. Ibu mengasuh saya. Ibu menyusui saya. Ibu memandikan saya. Ibu menyuapi saya. Ibu meninabobokan saya. Ibu mencintai dan mengasihi saya. Saya
tidak bisa melupakan jasa dan kasih sayang ibu saya seumur hidup. Semoga ibu panjang umur dan dilindungi Tuhan.
3. Pronomina
Sarana penghubung
yang berupa kata ganti orang, terlihat pada contoh yang berikut ini:
Rumah Lani dan rumah
Mina di seberang sana. Mereka bertetangga. Lani membeli rumah
itu dengan harga lima juta rupiah. Harganya agak murah. Dia memang bernasib baik.
4.
Sinonimi
Pada
contoh berikut ini terlihat penggunaan sarana koherensi wacana yang berupa
sinonimi atau padanan kata (pengulangan makna).
Memang
dia mencintai gadis itu. Wanita itu berasal dari Solo. Pacarnya itu memang cantik, halus budi
bahasa, dan bersifat keibuan sejati. Tak salah dia memilih kekasih, buah hati yang pantas kelak
dijadikan istri, teman hidup
selama hayat dikandung badan.
5. Totalitas Bagian
Kadang-kadang,
pembicaraan kita mulai dari keseluruhan, baru kemudian kita beralih atau
memperkenalkan bagian-bagiannya. Penggunaan sarana koherensif seperti yang
dimaksudkan, terlihat pada contoh berikut ini. Totalitas bagian bisa diartikan
pernyataan yang berpola umum-khusus.
Saya
membeli buku baru. Buku itu
terdiri dari tujuh bab. Setiap bab
terdiri pula dari sejumlah pasal. Setiap pasal tersusun dari beberapa paragraf. Seterusnya setiap paragraf terdiri dari beberapa
kalimat. Selanjutnya kalimat
terdiri atas beberapa kata.
Semua itu harus dipahami dari sudut pengajaran wacana.
6. Komparasi
Komparasi
atau perbandingan pun dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.
Komparasi digunakan untuk membandingkan dua hal yang berbeda, seperti dalam
contoh berikut ini.
Sama halnya dengan Paman Lukas,
kita pun harus segera mendirikan
rumah di atas tanah yang baru kita beli itu. Sekarang rumah Paman Lukas itu
hampir selesai. Mengapa kita tidak membuat hal yang serupa selekas mungkin? Kita juga sanggup berbuat hal yang sama, takkan lebih dari itu.
Tetapi,
tidak seperti rumah Paman Lukas
yang bertingkat, kita akan membangun rumah yang besar dan luas. Kita tidak
perlu mendirikan rumah bertingkat karena tanah kita cukup luas.
7. Penekanan
Dengan
sarana penekanan pun kita dapat pula menambah tingkat kekoherensifan wacana.
Penekanan digunakan untuk menekankan yang dianggap penting, seperti terlihat
pada contoh berikut ini.
Bekerja
bergotong-royong itu bukan pekerjaan sia-sia. Nyatalah kini hasilnya. Jembatan sepanjang tujuh kilometer yang
menghubungkan kampung kita ini dengan kampung di seberang ini telah selesai
kita kerjakan. Jelaslah hubungan
antara kedua kampung, berjalan lebih lancar. Sudah tentu hal ini memberi dampak positif bagi masyarakat kedua
kampung.
8. Kontras
Juga
dengan kontras atau pertentangan para penulis dapat menambah kekoherensifan
karyanya. Contoh penggunaan sarana seperti ini terlihat pada berikut ini.
Aneh
tapi nyata. Ada teman saya seangkatan, namanya Joni. Dia rajin sekali belajar, tetapi setiap ujian selalu tidak
lulus. Namun demikian, dia tidak
pernah putus asa. Dia tenang saja. Tidak pernah mengeluh. Bahkan sebaliknya, dia semakin rajin
belajar.
9. Simpulan
Dengan
kata-kata yang mengacu kepada hasil atau simpulan pun, kita dapat juga
meningkatkan kekoherensifan wacana. Penggunaan sarana seperti itu dapat dilihat
pada contoh berikut ini.
Pepohonan
telah menghijau di setiap pekarangan rumah dan ruangan kuliah di kampus kami.
Burung-burung beterbangan dari dahan ke dahan sambil bernyanyi-nyanyi. Udara
segar dan sejuk nyaman. Jadi
penghijauan di kampus itu telah berhasil. Demikianlah kini keadaan kampus kami, berbeda dengan beberapa
tahun yang lalu. Oleh karena itu,
para sivitas akademika merasa bangga atas kampus itu
10.
Contoh
Dengan
pemberian contoh yang tepat dan serasi, kita dapat pula menciptakan
kekoherensifan wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Halaman
rumah kami telah berubah menjadi warung hidup. Di pekarangan itu ditanami
kebutuhan dapur sehari-hari, umpamanya:
bayam, tomat, cabai, talas, singkong, dan lain-lain. Ada juga pekarangan rumah
yang berupa apotek hidup. Betapa tidak. Di pekarangan itu ditanami bahan
obat-obatan tradisional, misalnya:
kumis kucing, lengkuas, jahe, kunyit, sirih, dan lain-lain. Kelebihan kebutuhan
sehari-hari dari warung dan apotek hidup itu dapat pula dijual ke pasar, sebagai contoh: bayam, cabai, jahe,
dan sirih.
11.
Paralelisme
Pada contoh berikut ini terlihat
penggunaan kesejajaran atau paralelisme klausa sebagai sarana kekoherensifan
wacana. Kesejajaran tersebut dinyatakan dalam satu kalimat. Kesejajaran
tersebut bisa berupa subjek predikat, subjek predikat objek, atau yang lain.
Waktu dia datang, memang saya sedang asik membaca, saya sedang tekun mempelajari buku baru
mengenai wacana. Karena asiknya, saya
tidak mengetahui, saya tidak
mendengar bahwa dia telah duduk di kursi mengamati saya.
12.
Waktu
Kata-kata
yang mengacu pada tempat dan waktu pun dapat meningkatkan kekoherensifan
wacana, seperti terlihat pada contoh berikut ini.
Sementara itu tamu-tamu sudah
mulai berdatangan. Ruangan terasa kian sempit. Tidak lama kemudian, anak saya
mengangkat barang itu dan menaruhnya di
atas lemari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar